Bisnis.com, BANDUNG - Pola hilirasi bahan baku cokelat terhambat diproduksi hulu. Produksi kakao di Jawa Barat mengalami penyusutan hingga 40% akibat alih fungsi tanaman menjadi pohon karet.
Padahal akhir 2013 kakao masih menjadi salah satu komoditas ekspor utama Indonesia dari sektor perkebunan.
Kepala Bidang Produksi dan Pengolahan Usaha Perkebunan Disbun Jabar, Yayan Cahya Permana mengatakan idealnya produksi kakao harus mencapai 1 ton/Ha agar investasi yang dilakukan pabrik pengolahan tidak percuma.
"Akibat cuaca ekstrim di awal tahun ini 1 Ha lahan kakao di Jabar rata-rata hanya menghasilkan 500 kg," kata Yayan kepada Bisnis, Jumat (16/5/2014).
Menurutnya, kondisi produksi yang tidak mencukupi kebutuhan industri akan membuat pengusaha mengambil langkah impor. "Sekarang tantangan kita adalah produksi. Artinya produksi kakao kita harus memenuhi kebutuhan dalam negeri," jelas Yayan.
Upaya rehabilitasi tanaman telah dilakukan di beberapa lokasi perkebunan seperti Kabupaten Ciamis, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Tasikmalaya.
Selain menanam baru, peremajaan dengan cara sambung pucuk dengan menggunakan batang bawah dari biji kakao lokal dan entris dari klon kakao unggul dilakukan untuk memenuhi target produksi kakao hingga 1 ton/Ha di tahun 2015.
Wakil Ketua Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKI) Jawa Barat Warino Mar'uf Abdulloh mengatakui saat ini banyak peralih kakao yang beralih menanam karet karena keuntungannya lebih menjanjikan.
Dia menjelaskan, selama ini petani hanya bisa menanam kakao seadanya tanpa pemeliharaan yang baik. "Bahkan, tidak adanya sentuhan dari pemerintah membuat petani enggan lagi banyak memproduksi kakao mereka," katanya.
Menurutnya, semestinya pemerintah harus mengganti tanaman kakao di Jabar dengan bibit yang unggul agar produktivitasbya bisa meningkat.
Ketua Asosiasi Pengusaha industri Kakao dan Cokelat Indonesia (APIKCI) Sonny Satari memgatakan pertumbuhan konsumsi kakao dalam negeri naik sekitar 3-5% per tahun. "Hal tersebut harus diimbangi dengan kenaikan produksi kakao nasional," ujar Sonny.
Selama ini, paparnya, yang menjadi fokus utama para stakeholder industri hilir kakao adalah ketersediaan suplai kakao dalam jangka panjang.
Diakui olehnya saat produksi kakao dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan industri, para pengusaha akan memenuhinya dengan menggunakan bahan baku impor. "Ada peraturan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) yang membebaskan masuknya bahan baku impor tanpa bea impor dengan tujuan ekspor," pungkas Sonny.
Hilirisasi Kakao Terhambat Balokan Hulu
Pola hilirasi bahan baku cokelat terhambat diproduksi hulu. Produksi kakao di Jawa Barat mengalami penyusutan hingga 40% akibat alih fungsi tanaman menjadi pohon karet.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Adi Ginanjar Maulana/Dimas Warahitya
Editor : Martin Sihombing
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
11 jam yang lalu