Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RUMAH SEDERHANA TAPAK, Apersi Jatim Minta Penghapusan Subsidi Ditunda

DPD Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Jatim meminta pemerintah menunda penghapusan subsidi untuk rumah sederhana tapak (RST) sampai harga tanah betul-betul tinggi sehingga tidak feasible lagi untuk dibangun rumah tipe tersebut.
Jika PPN belum dibebaskan, maka penerapan kenaikan harga rumah bersubsidi di lapangan menjadi sulit./Bisnis.com
Jika PPN belum dibebaskan, maka penerapan kenaikan harga rumah bersubsidi di lapangan menjadi sulit./Bisnis.com

Bisnis.com, MALANG—DPD Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Jatim meminta pemerintah menunda penghapusan subsidi untuk rumah sederhana tapak (RST) sampai harga tanah betul-betul tinggi sehingga tidak feasible lagi untuk dibangun rumah tipe tersebut.

Wakil Sekretaris DPD Apersi Jatim  Makhrus Sholeh mengatakan harga tanah di daerah saat ini masih terjangkau untuk dibangun RST atau rumah bersubsidi sehingga penghapusan subsidi dengan tidak adanya lagi fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) mulai tahun depan menjadi tidak relevan.

“Jika kebijakan tersebut dipaksakan, maka MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) semakin kecil peluangnya memiliki rumah,” kata Makhrus di Malang, Minggu (4/5/2014).

Dengan harga Rp115 juta dan disubsidi bunga saja, kata dia, MBR yang diasumsikan mereka yang berpenghasilan sesuai dengan upah minimum kota/kabupaten (UMK) masi tidak mampu membeli RST.

MBR yang berkemampuan membeli rumah bersubsidi karena suami-isteri sama-sama bekerja sehingga dari sisi bank dinilai memenuhi syarat menerima kredit pemilikan rumah (KPR).

Jika subsidi untuk RST dicabut, maka MBR, termasuk yang suami-isterinya bekerja diperkirakan banyak yang tidak mampu membeli rumah tipe tersebut. Hal itu bisa terjadi karena harga RST akan melambung bersamaan dengan dicabutnya subsidi atas rumah tipe tersebut.

Harga RST akan disesuaikan dengan harga produksi dan tidak dapat diintervensi pemerintah. Harga RST disesuaikan dengan harga pasar. “Karena itulah, kami minta agar penghapusan subsidi untuk RST yang direncanakan berlaku pada 2015 bisa ditunda,” ujarnya.

Jika dipaksakan harus berlaku, maka pemberlakuan terbatas pada kota-kota yang harga tanahnya sudah tinggi sehingga tidak feasible dibangun RST, seperti Jakarta dan Batam.

Terkait respon pengembang di Jatim terkait dengan adanya penaikan  harga RST, menurut Makhrus, mereka antusias sehingga sudah banyak yang memulai lagi proyek pembangunan rumah bersubsidi.

Namun dia berharap, kenaikan harga rumah bersubsidi segera diikuti dengan pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) sehingga bisa efektif.

Jika PPN belum dibebaskan, maka penerapan kenaikan harga rumah bersubsidi di lapangan menjadi sulit.

Secara teori, pengembang sebenarnya sudah bisa menjual rumah bersubsidi dengan harga baru, namun jika hal itu dilakukan, maka ganjalannya pada perpajakan.

Petugas pajak akan mengenakan PPN untuk rumah seharga Rp115 juta. “Ini kan memberatkan end user yang dari kalangan MBR,” ujarnya.

Untuk menyiasati dari petugas pajak, biasanya pengembang secara resmi menjual rumah seharga Rp88 juta agar end user tidak dikenakan PPN. Selisihnya, dianggap sebagai biaya perbaikan mutu yang dibebankan kepada end user.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Choirul Anam
Editor : Fatkhul Maskur

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper