Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) menentang kebijakan ekspor kayu bulat (log) dan rotan karena dianggap miskin nilai tambah serta bakal mengguncang kinerja ekspor mebel.
Abdul Sobur, Sekretaris Jenderal AMKRI mengatakan perlu disadari industri mampu dikatakan kuat apabila memiliki jaminan pasokan bahan baku dalam jangka panjang dan lestari. Ekspor log dinilai bakal mengganggu pasokan bahan baku industri mebel.
“Selain itu, industri tersebut memiliki nilai tambah. Kayu bulat itu kan minim nilainya,” ujarnya di Jakarta, Selasa (15/4/2014).
Menurutnya, pada kasus industri mebel dan kerajinan yang berbasis kayu dan rotan, dukungan regulasi pemerintah untuk menyetop ekspor bahan baku merupakan langkah yang tepat karena bahan baku yang dimiliki merupakan komoditas yang sangat strategis.
“Adanya kebijakan ekspor kayu bulat sangat bertentangan dengan program hilirisasi yang telah dicanangkan pemerintah,” katanya.
Dia menuturkan, AMKRI menentang keras adanya rencana membuka kembali keran ekspor kayu bulat dan rotan. Menurutnya, jika ekspor kayu bulat dibuka, industri mebel dan kerajinan nasional gulung tikar. “Hal itu bisa terjadi seperti pada beberapa tahun lalu yang saat ini masih dalam tahap recovery,” ucapnya.
Saat ini, lanjut Abdul, ekspor mebel dan kerajinan yang berbasis kayu serta rotan mulai terlihat cemerlang.
Dia mengungkapkan, berdasarkan data AMKRI, ekspor mebel dan kerajinan yang berbasis kayu serta rotan pada kuartal I/2014 mampu tumbuh 12% dibandingakan dengan periode yang sama pada 2013 menjadi sekitar US$500 juta.
Sebelumnya, Bambang Hendroyono, Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan sempat mengatakan, bisnis di kehutanan lesu salah satunya karena harga kayu bulat ini yang rendah.
“Itulah awal kami punya inisiatif untuk mendongkrak kelesuan bisnis kehutanan, khususnya di sektor hulu. Karena itu butuh insentif kebijakan dari pemerintah,” ujarnya di Bogor, Jumat (11/4/2014).
Namun, menurutnya tidak seluruh kayu bulat itu diekspor. Nantinya bakal memakai ketentuan kuota sehingga tidak menganggu kebutuhan industri dalam negeri dan kualitas kayu bulat yang bagus di hutan.
“Hal itu juga kita prioritaskan untuk diekspor karena selama ini kayu bulat premium itu bagus,” ungkapnya.
Dirinya beranggapan, dengan mencoba ekspor harga di dalam negeri bisa bersaing. Hal itu karena pemerintah tidak bisa menentukan harga yang paling tepat untuk pemasaran karena tergantung pada pasar.
“Sekarang menunggu rapat tiga direktorat jenderal sebagai tindak lanjut dari kajian litbang KPK. Targetnya September selesai,” tandasnya.