Bisnis.com, BANDUNG - Meskipun Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mundur, Badan Pemeriksa Keuangan tetap melakukan pemeriksaan 16.000 ton beras impor dari Vietnam.
Badan Pemeriksaan Keuangan menduga paling tidak ada tiga kerugian akibat kebijakan impor beras yang berpotensi merugikan sistem pertanian di Indonesia.
Ali Masykur Musa, anggota BPK, menjelaskan kerugian itu, pertama kerugian negara yang bea masuknya tidak diterima negara.
Kedua, rusaknya harga beras ditingkat petani dan pasar.
Ketiga, mengakibatkan semangat untuk bertani tidak lagi menarik.
"BPK sebagai institusi yang kamiperiksa kelembagaan. Siapa saja yang berkaitan dengan izin itu yang diperiksa, tidak kenal mundur atau tidak mundur menterinya," tegas Ali Masykur Musa, seusai berdialog dengan Kontak Tani dan Nelayan Andalayan (KTNA) Jawa Barat, Selasa (4/2).
Ali selaku auditor BPK bidang pertanian menuturkan saat ini enyiapkan tim untuk turun ke lapangan memeriksa masuknya beras impor dari Vietnam tersebut.
Menurutnya, ada tiga hal terkait dengan pemeriksaan tersebut, yakni pertama beras 16.000 ton yang masuk legal atau ilegal. Kedua, BPK akan melihat apakah ada unsur kerugian negara atau tidak dari proses impor beras Vietnam tersebut.
"Dan yang terakhir, kita akan lihat regulasi antar kementerian yang saling silang atau terkait. Dalam hal ini Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian," ujar Ali.
Menurut Ali Masykur, siapakah yang sebenarnya harus bertanggung jawab terkait impor beras dari Vietnam ke Indonesia.
"Karena Kemendag mengatakan itu rekomendasi dari hasil Kementerian pertanian. Lalu Kementerian Pertanian mengatakan tidak pernah mengeluarkan rekomendasi tersebut," ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut Ali, pemeriksaan terkait impor beras Vietnam tersebut akan meliputi beberapa komponen, yakni memeriksa pemegang hulunya Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Perum Bulog sebagai penyangga, serta Kementerian Keuangan (Dirjen Bea Cukai) yang memberiakan masukan. (Antara)