Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia mengingatkan korporasi agar mengerem utang luar negeri untuk mengantisipasi kemungkinan kenaikan suku bunga seiring dengan pemulihan ekonomi di negara maju.
Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo mewanti-wanti agar utang luar negeri swasta (ULN) hendaknya diarahkan pada pinjaman yang bersifat produktif.
Jika tidak, pelaku usaha akan terbebani kewajiban bunga utang yang lebih tinggi mengikuti kenaikan suku bunga the Fed sebagai konsekuensi pemulihan ekonomi Amerika Serikat.
“Jangan mudah putus asa, tapi jangan mudah berutang karena dengan perbaikan ekonomi di dunia, nanti akan ada peningkatan bunga di negara-negara maju,” katanya, Jumat (3/1/2014).
Imbauan Agus itu terutama ditujukan kepada perusahaan-perusahaan yang menangguk penerimaan dalam bentuk rupiah, tetapi berutang dalam denominasi valuta asing dan tidak dilindung nilai (hedging).
Data BI menyebutkan utang luar negeri Oktober 2013 mencapai US$262,4 miliar, tumbuh 5,8% (year on year), terdiri atas utang publik US$125,8 miliar dan swasta US$136,6 miliar.
Sekitar 83,8% ULN swasta merupakan utang nonbank, sedangkan sisanya utang bank. Tiga sektor ekonomi terbesar ULN swasta terarah kepada sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; sektor industri pengolahan serta sektor pertambangan dan penggalian.
Dari sisi kreditur, 34,8% ULN swasta merupakan utang kepada afiliasi. Bank sentral sebelumnya menyatakan akan terus memantau secara ketat ULN jangka pendek swasta, meskipun posisinya masih 28,7% terhadap total ULN swasta.
Dari sisi kreditur, sebagian ULN swasta merupakan utang kepada afiliasi, yakni 34,8% dari total ULN swasta. Baik ULN swasta kepada afiliasi maupun nonafiliasi pada Oktober 2013 tumbuh sekitar 11%.
The Fed diprediksi menaikkan suku bunga acuan jika inflasi AS menanjak ke level 2%, angka yang dianggap sebagai tanda pemulihan daya beli di Negeri Paman Sam dan diacu sebagai salah satu pertimbangan untuk mempertahankan atau mengurangi dosis pelonggaran moneter.
Saat ini, the Fed masih mempertahankan suku bunga ultrarendah di level 0%-0,25% yang dipatok sejak akhir 2008.