Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

58 Perusahaan Minta Upah Minimum 2014 Ditangguhkan

Sedikitnya 58 perusahaan dari industri padat karya dari sejumlah provinsi telah mengajukan penangguhan pemberlakuan upah minimum 2014 kepada kepala daerah menyusul beban kenaikan upah yang dinilai semakin tinggi.

Bisnis.com, JAKARTA — Sedikitnya 58 perusahaan dari industri padat karya dari sejumlah provinsi telah mengajukan penangguhan pemberlakuan upah minimum 2014 kepada kepala daerah menyusul beban kenaikan upah yang dinilai semakin tinggi. 

Upaya penangguhan tersebut sesuai dengan Kepmenakertrans No. KEP-231/MEN/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan upah minimum. Pengusaha yang merasa keberatan membayar upah sesuai ketentuan upah minimum dapat mengajukan keberatan kepada gubernur, walikota atau bupati maksimal 10 hari sebelum pelaksanaan pemberian upah pada 1 Januari setiap tahunnya.
 
Direktur Pengupahan Direktoral Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenakertrans mengatakan berdasarkan koordinasi dengan dinas ketenagakerjaan, telah dilaporkan terdapat sedikitnya 49 perusahaan di DKI Jakarta yang mengajukan penangguhan pemberlakuan upah minimum. 
 
“Selain itu, sebanyak 8 perusahaan di Surabaya, Jawa Timur dan 1 perusahaan di Semarang, Jawa Tengah juga mengajukan penangguhan upah. Mereka mengajukan penangguhan tersebut dengan termin waktu yang bervariasi. Itu data sementara dan bisa saja bertambah,” katanya kepada Bisnis, Senin (23/12/2013). 
 
Wahyu mengatakan, sejumlah perusahaan tersebut memang berada di kawasan potensial yang mengajukan penangguhan upah. “Kami masih menunggu laporan dari sejumlah kota di Provinsi Jawa Barat dan Batam.”
 
Saat ini, pemerintah daerah tengah memeriksa penyebab pengajuan penangguhan upah tersebut. Pasalnya, pengajuan harus disertai sejumlah dokumen yang harus disertakan sebagai syarat penangguhan upah. Berkas tersebut a.l. surat kesepakatan secara bipartit antara pengusaha dengan buruh terkait penangguhan upah. “Jika berkas tidak lengkap, pemerintah tidak akan memproses usulan penangguhan,” katanya. 
 
Untuk itu, imbaunya, seluruh perusahaan di Tanah Air harus mematuhi peraturan pengupahan yang sudah ditetapkan pemerintah. Perusahaan yang merasa tidak mampu, harus menempuh upaya pengupahan upah melalui mekanisme keputusan menteri tersebut. 
 
“Meski perusahaan sudah menyepakati secara bipartit dengan buruh, tetapi tidak mengajukan penangguhan upah sesuai aturan, akan ditindak.” Perusahaan tersebut dianggap nakal karena tidak mematuhi aturan yang sudah ditetapkan. 
 
Pemerintah juga memprediksi pengajuan penangguhan upah minimum 2014 tidak akan sebanyak pengajuan penangguhan upah 2013 yang mencapai 949 perusahaan. “Seluruh ketidaksanggupan pembayaran upah sesuai ketentuan harus disampaikan kepada gubernur, walikota/bupati sebagai pemutus beleid upah minimum di setiap daerah,” kata Wahyu.
 
Namun, kalangan pengusaha membantah prediksi pemerintah tersebut lantaran berkas usulan penangguhan upah minimum masih belum dilaporkan kepada Kemenakertrans. 
 
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat memprediksi jumlah pengajuan keberatan berisiko naik jika dibandingkan dengan tahun lalu. Perusahaan padat karya yang tergabung dalam asosiasi sudah menyampaikan keberatan pemberlakuan upah minimum. 
 
“Rencana penangguhan upah minimum 2014 tersebut, banyak dilakukan pengusaha industri padat karya lantaran beban yang ditanggung semakin tinggi akibat kenaikan upah,” katanya. 
 
Perusahaan padat karya yang sudah menyampaikan keberatan kepada gubernur, menurut Ade, beroperasi di Jabodetabek, Jawa Barat dan sejumlah provinsi di Tanah Air. “Sejumlah pengusaha di kawasan tersebut sudah mengajukan dan masih dalam proses.”
 
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Franky Sibarani mengatakan upaya penangguhan upah ini, sebagai langkah awal pengusaha untuk bertahan sebelum menggantikan buruh dengan mesin. “Langkah otomatisasi sistem produksi tidak bisa berlangsung cepat. Mungkin butuh 6 bulan hingga 1 tahun.”

Franky menilai, kenaikan upah minimum di sejumlah kota di Jabodetabek dan Jawa Barat semakin menghimpit margin laba perusahaan padat karya. “Pengusaha harus menyelaraskan antara risiko kenaikan biaya bahan baku dan kenaikan upah pekerja terhadap margin usaha.”

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper