Bisnis.com, JAKARTA - Komisi XI DPR menyetujui proses pencairan dana untuk pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dari Nippon Asahan Aluminium Ltd (NAA) yang telah disepakati senilai US$556,7 juta.
"Kami menyepakati nilai pengambilalihan Inalum untuk besaran 556,7 juta dolar AS, sebagaimana diusulkan pemerintah," kata Ketua Komisi XI DPR Olly Dondokambey dalam rapat kerja dengan pemerintah, Selasa (3/12).
Olly menambahkan Komisi XI DPR RI memberikan persetujuan karena nilai kesepakatan tersebut lebih rendah dari nilai audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan per 31 Oktober 2013, yaitu sebesar US$578 juta-US$580 juta.
"Kami bersyukur pemerintah bisa menego US$556 juta, kalau lebih murah berarti lebih bagus. Kami setuju saja kalau membeli dengan angka segitu," kata Olly.
Dengan demikian penandatanganan kesepakatan akhir dari pengambilalihan Inalum oleh pemerintah Indonesia akan dilakukan paling lambat pada Selasa (10/12) sebelum kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Tokyo, Jepang.
Sebelumnya, perundingan Inalum belum menemukan kata sepakat antara pemerintah Indonesia dengan NAA sehingga proses akusisi perusahaan pengolahan alumina itu diusulkan untuk diteruskan pada sidang arbitrase.
Pada proses negosiasi, pemerintah Indonesia sempat mengajukan penawaran US$424 juta sebelum naik menjadi US$558 juta, sedangkan pihak Jepang bertahan pada angka US$626 juta.
Namun, kedua belah pihak kemudian sepakat pada angka US$556,7 juta.
Proyek Asahan merupakan kerja sama persahabatan antara Indonesia dan Jepang yang didirikan melalui penandatanganan kesepakatan antara pemerintah dan konsorsium 12 investor Jepang pada 7 Juli 1975.
Proyek kerja sama yang diatur dalam perjanjian "Master Agreement for The Asahan Hydroelectric and Alumunium Project" tersebut telah resmi berakhir pada 31 Oktober 2013.
Pemerintah Indonesia telah menganggarkan dana senilai Rp7 triliun dalam APBN untuk pengambilalihan Inalum ini.