Bisnis.com, JAKARTA - Kewajiban pengusaha penangkapan ikan dan kapal pengangkut ikan dengan jumlah kumulatif 200 gross ton sampai dengan 2.000 GT untuk bermitra dengan unit pengolahan ikan (UPI) berpotensi meningkatkan utilisasi UPI dan menghidupkan UPI yang mati suri.
Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Saut P. Hutagalung menuturkan ketentuan baru yang tertuang dalam Permen Kelautan dan Perikanan No.26/2013 tentang usaha perikanan tangkap di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia tersebut terus disosialisasikan kepada seluruh stakeholder.
"Ini kan regulasi baru, jadi masih terus kita sosialisasikan. Tapi kalau berjalan baik, ini start yang bagus untuk industrialisasi produk perikanan," ujar Saut, Kamis (17/10).
Dampak positif bagi industrialisasi, lanjutnya, terkait dengan peningkatan pasokan bahan baku bagi UPI di dalam negeri. Pasalnya, selain diwajibkan bermitra dengan UPI, PermenKP No.26/2013 juga mewajibkan agar kapal penangkap ikan mendaratkan tangkapannya di pelabuhan perikanan di Indonesia.
"Pasokan bahan baku ke UPI bisa meningkat. Utilisasi UPI bisa naik menjadi lebih dari 60%," tuturnya.
Masalah pasokan bahan baku merupakan salah satu kunci industrialisasi. Sayangnya, industri pengolahan kerap mengaku kesulitan bahan baku lantaran hasil tangkapan langsung didaratkan di pasar ekspor.
Saut mengungkapkan pihaknya juga tengah memfinalisasi aturan pelaksana PermenKP No.26/2013. Aturan teknis tersebut mencakup mekanisme kerjasama UPI-pengusaha penangkapan ikan, dan harga acuan yang wajib digunakan dalam kerjasama.
"Soal harga itu mekanisme pasar, pemerintah tidak bisa intervensi terlalu jauh. Tapi kita akan atur soal harga acuan, ini penting supaya harga UPI tidak terlalu rendah," jelas Saut.
Berdasarkan data P2HP, saat ini terdapat sekitar 600 UPI yang memegang sertifikat kelayakan pengolahan (SKP) dan hazard analysis and critical control points (HACCP).