Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia Property Watch (IPW) menilai kebijakan Bank Indonesia mengenai pengetatan KPR bagi rumah kedua dan seterusnya serta aturan rasio kredit terhadap nilai agunana (loan to value) progresif perlu dicermati secara bijaksana oleh para pengembang.
“Secara substansi aturan ini harus dicermati secara bijaksana karena akan menjadikan pasar perumahan nasional menjadi lebih sehat,” kata Direktur Eksekutif IPW Ali Tranghanda ketika dihubungi Bisnis, Jumat (4/10/2013).
Dia menjelaskan di satu sisi kebijakan tersebut akan berdampak baik untuk meredam aksi spekulasi sekaligus meminimalkan resiko kredit macet di kalangan perbankan. Di sisi lain, kebijakan ini pun akan memberikan perlindungan terhadap konsumen
Berdasarkan data Bank Indonesia diperkirakan lebih dari 35% nasabah KPR memiliki lebih dari dua buah KPR.
“Jika pengembang tidak disiplin dengan pengaturan cash flow akan kredit macet. Konsumen terkena imbasnya,” jelasnya.
Kendati begitu, Ali menyayangkan kebijakan tersebut dikeluarkan BI di saat yang kurang tepat, yakni ketika pasar properti mengalami perlambatan yang diperparah dengan kondisi makro ekonomi yang belum stabil.
Dia memperkirakan batas minimal perlambatan pasar properti pada 2014 akan mencapai 25%. Kondisi tersebut bahkan diprediksi akan berlanjut hingga 2016.
“Timing yang tidak terlalu tepat. Siklus properti memang sedang melambat,” ujarnya.
Ali mengungkapkan seharusnya BI bisa memberikan rentang waktu persiapan kepada para pengembang untuk mempersiapkan strategi pengembangan bisnis yang lebih sehat dan terencana dengan baik untuk waktu ke depannya.
“Semestinya, misalnya 3-6 bulan setelah disosialisasikanbaru diterapkan, sehingga pengembang bisa antisipasi melalui rencana atau strategi pengembangan,” imbuhnya.