Bisnis.com, JAKARTA – Klaim pemerintah terkait pencapaian deflasi sebesar 0,35% pada September 2013 membawa angin segar bagi dunia perekonomian Indonesia.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin pada Selasa (1/10) menerangkan kondisi deflasi terjadi karena penurunan harga yang ditunjukkan oleh penurunan indeks beberapa kelompok pengeluaran, a.l. kelompok bahan makanan 2,88%, dan transport, komunikasi, dan jasa keuangan 0,79%.
Selain itu, beberapa komoditas juga dilaporkan mengalami kenaikan harga pada September 2013 antara lain bawang merah, tomat sayur, tarif angkutan antar kota, cabe rawit, telur ayam, tarif angkutan udara, dan daging sapi.
Di lain pihak, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengungkapkan pihaknya bahkan sempat memprediksi angka inflasi sekitar 0,1%-0,2% pada September 2013.
“ Kabar gembira ini hendaknya kita pertahankan, apalagi dari data yang saya dengar deflasi dikuti dengan surplus neraca perdagangan dan volume impor migas yang turun,” ujarnya, Selasa (1/10/2013).
Menurut data yang dikeluarkan BPS, neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2013 meraih surplus sebesar US$132,4 juta dari total ekspor US$13,16 miliar dan impor US$13,03 miliar.
Surplus itu juga dibarengi dengan surplus neraca volume perdagangan yang melonjak 43,11 juta ton dari volume ekspor 53,01 juta ton dan volume impor 9,89 juta ton.
Volume impor migas dilaporkan merosot sebesar 14,07% (651,5 ribu ton) yang dipicu oleh turunnya volume impor minyak mentah sebesar 17,98% (259,1 ribu ton) dan volume impor hasil minyak sebesar 14,25% (415,9 ribu ton).
PESIMISTIS
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute For Development Economic and Financial (Indef) Enny Sri Hartati menanggapi dingin pencapaian deflasi pemerintah sebesar 0,35% itu.
“ Saya berharap data itu riil adanya, bukan hanya sekedar klaim pemerintah,” ujar Enny ketika dihubungi di Jakarta pada Selasa (1/10).
Berdasarkan pengamatan Indef pada September 2013, harga bahan makanan cukup fluktuatif terutama awal September karena kenaikan harga kedelai yang cukup tinggi sehingga akibatnya cukup berantai ke komoditas bahan pangan lainnya.
Bahkan pada akhir September harga ayam potong juga melonjak.
“Walaupun pengamatan tidak dilakukan di semua titik, melainkan hanya wilayah Jakarta saja, saya kira itu cukup mewakili,”terangnya.
Dia menegaskan data inflasi merupakan acuan aktivitas ekonomi Indonesia.
“Kalau semua data ini meleset, maka semua perencanaan dunia bisnis dan usaha serta semua kebijakan pemerintah akan meleset. Validitas data adalah hal yang krusial dan jangan sampai dimanipulasi untuk kepentingan segelintir pihak saja,” papar Enny. (ra)