Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Importir Sapi Desak Sinkronisasi Permentan Dikebut

Bisnis.com, JAKARTA - Importir mengharap proses sinkronisasi regulasi terbaru terkait impor sapi dan produk sapi bisa segera diselesaikan antara pemerintah Indonesia dan Australia.

Bisnis.com, JAKARTA - Importir mengharap proses sinkronisasi regulasi terbaru terkait impor sapi dan produk sapi bisa segera diselesaikan antara pemerintah Indonesia dan Australia.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Industri Makanan dan Peternakan Juan Permata Adoe mengatakan saat ini implementasi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 85/2013 dan 87/2013 belum bisa optimal.

“Terdapat beberapa hal dalam permentan tersebut yang harus disesuaikan dengan pemerintah Australia. Perbedaan kesepahaman hanya dari perbedaan bahasa saja,” kata Juan kepada Bisnis, Minggu (22/9/2013).

Dia menambahkan beberapa hal teknis yang harus disesuaikan misalnya kata registration farm pada permentan, tetapi pemerintah Negeri Kanguru mengartikan menjadi akreditasi. Selain itu, adanya ketentuan lain yang diatur seperti kandungan hormon yang harus disesuaikan dengan certificate of analysis yang dimiliki Australia.

Juan mengusulkan pemerintah bisa menggunakan permentan sebelumnya mengenai impor sapi bakalan, sapi siap potong, dan sapi betina bunting yang sudah disetujui agar tidak mengganggu upaya stabilisasi harga daging sapi.

Terlebih, Juan menuturkan belum semua dinas peternakan dan kesehatan di daerah menerbitkan surat rekomendasi kesehatan, sebagai dasar rekomendasi Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) yang dikeluarkan Kementerian Pertanian, sebagai syarat persetujuan impor.

"Menurut juklak (petunjuk pelaksana) dari Kementan, proses rekomendasi kesehatan dari daerah dan pusat butuh waktu 2 hari, jadi total 4 hari. Pada implementasinya, sampai saat ini hanya Provinsi Lampung yang sudah mengeluarkan surat rekomendasi," keluhnya.

Dia menilai jika permasalahan ini berlarut dikhawatirkan stabilitas harga daging sapi di pasaran tidak bisa tercapai hingga pada harga referensi sebesar Rp76.000 per kilogram.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper