Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hilirisasi Kakao Berpotensi Terhambat Kinerja Produksi Biji

Bisnis.com, JAKARTA - Program hilirisasi kakao dinilai paling sukses dibandingkan dengan komoditas kelapa sawit dan karet dalam waktu singkat sejak diberlakukan bea keluar biji kakao sebesar 5%.

Bisnis.com, JAKARTA - Program hilirisasi kakao dinilai paling sukses dibandingkan dengan komoditas kelapa sawit dan karet dalam waktu singkat sejak diberlakukan bea keluar biji kakao sebesar 5%.

Namun, dikhawatirkan tingkat pertumbuhan panen biji kakao yang stagnan tahun ini dapat mempengaruhi penghiliran industri cokelat.

Kementerian Perindustrian memproyeksikan jumlah pabrik pengolahan kakao pada 2015 mencapai 20 unit usaha, di mana saat ini sudah terdapat 17 unit usaha pengolahan kakao menjadi produk setengah.

Kapasitas produksi cokelat olahan pada 2012 mencapai 660.000 ton/tahun dan dengan bertambahnya unit usaha tersebut diharapkan bisa mencapai kapasitas 950.000 ton/tahun.

Faiz Achmad, Direktur Industri Makanan Hasil Laut dan Perikanan, Ditjen Industri Agro Kemenperin, mengatakan untuk mendorong hilirisasi itu, Kemenperin sudah memberikan stimulus seperti tax allowence untuk investor yang berinvestasi di luar Jawa.

Hal itu sesuai PP No.52 Tahun 2011 tentang fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu dan daerah tertentu, dan tax holiday bagi industri pengolahan kakao di daerah tertentu.

"Road map [hilirisasi] sebenarnya sudah dipersiapkan sampai 2020, tapi kami khawatir kalau melihat hulu seperti ini," katanya usai menghadiri acara pembukaan peringatan Hari Kakao Indonesia, mewakili Dirjen Industri Agro, di Jakarta, Rabu (18/9/2013).

Sebelumnya AsosiasiKakaoIndonesia (Askindo) mengungkapkan bahwa produksi biji kakao pada 2012 mencapai 453.000 ton, dan pada 2013 naik tipis hanya 500.000 ton (per Juni).

Faiz mengatakan apabila kebutuhan biji kakao dalam negeri tidak mencukupi untuk industri, bukan tidak mungkin pemerintah akan merubah kebijakan mengenai bea masuk dan keluar.

"Kebijakan apapun sifatnya tidak langgeng, apabila sudah efektif mungkin akan dilakukan penyesuaian tapi sekarang masih dianggap relevan," katanya.

Sementara untuk bea masuk kakao olahan 0% masih diterapkan karena beberapa industri makanan dan minuman olahan masih banyak produsen yang impor untuk menghasikan taste tertentu.

"Namun kalau suatu saat produk kakao olahan impor mengancam produk dalam negeri, bisa saja dikenakan bea masuk kakao olahan agar tidak impor, tapi sampai sekarang belum dipikirkan," katanya.

Hilirisasi kakao ini juga berdampak pada pertumbuhan industri makanan dan minuman olahan. Meski pertumbuhan makanan dan minuman pada 2013 melambat, yakni pada QI/2013 tumbuh 1,7% dan pada QII/2013 tumbuh 4%.

Namun  industri cokelat setidaknya menjadi salah satu penopang pertumbuhan hingga akhir tahun ini.

"Kalau kami perkirakan pertumbuhan industri makanan dan minuman sampai akhir tahun hanya 5% dari target awal 8%, karena banyak sekali masalah mulai dari penaikan harga bahan bakar minyak dan nilai tukar rupiah," ujar Adhi S. Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi).  (ra)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Peni Widarti
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper