Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas fiskal menolak usulan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang meminta agar rencana penaikan royalti batubara menjadi 13,5% dikaji ulang.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan kenaikan royalti tidak mungkin ditunda karena berkaitan dengan pengambilan sumber daya alam yang harus diimbangi dengan upaya pelestarian.
“Bea keluar bisa dipertimbangkan untuk tidak sekarang, tapi royalti harus karena itu diambil langsung dari perut bumi, tidak peduli berapa pun harga internasional. Pokoknya begitu ambil dari perut bumi, harus bayar royalti,” katanya, Selasa (17/9/2013).
Pihaknya juga tidak mungkin menurunkan besaran kenaikan karena tidak adil bagi pemegang perjanjian karya pengusaha pertambangan batubara (PKP2B) yang sudah lebih dulu dikenai royalti 13,5%.
Di sisi lain, pemegang izin usaha pertambangan (IUP) batubara hanya dikenai royalti jauh lebih rendah, mulai dari 3%.
Kemenkeu bersama Kementerian ESDM sebelumnya menyepakati rencana penaikan royalti tahun depan.
Batubara dengan kalori kurang dari 5.100 kkal per kg akan dikenai royalti 10%, sedangkan batubara dengan kalori 5.100-6.100 kkal per kg dibebani royalti 12% dan batubara dengan kalori lebih dari 6.100 kkal per kg dikutip 13,5%.
Namun, Kementerian ESDM menyatakan akan mengevaluasi rencana penaikan royalti setelah sebelumnya mendengar masukan dari pelaku usaha.
Berdasarkan masukan dari Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), para pemegang IUP sedang berada dalam kondisi sulit menyusul pelemahan harga komoditas itu di pasar internasional.