Bisnis.com, JAKARTA--Kalangan pebisnis cenderung menunggu perkembangan atas gejolak moneter dan berharap pemerintah segera mengeluarkan perincian paket kebijakan yang diumumkan pekan lalu.
Kalangan pebisnis otomotif, misalnya, bersikap wait and see terhadap perkembangan ekonomi makro Indonesia kendati sudah bersiap untuk merevisi harga jual dan mengoreksi target penjualan.
“Kami wait and see sambil meraba-raba apakah gejolak kurs rupiah sudah mencapai angka tertinggi atau belum. Kondisi itu agak merepotkan kami untuk membuat perencanaan penjualan,” kata Endro Nugroho, Sales Director Suzuki Indomobil Sales, seperti dilaporkan harian Bisnis Indonesia, Senin (26/8/2013).
Johnny Darmawan, Wakil Ketua III Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, mengatakan sejak pertengahan tahun lalu industri otomotif siap dengan kapasitas produksi yang ditingkatkan.
Namun, memasuki semester II/2013, justru permintaan pasarnya cenderung menurun.
Menurut Johnny, permintaan pasar kendaraan diperkirakan turun karena hampir semua faktor yang memengaruhi permintaan pasar yaitu suku bunga perbankan, nilai tukar mata uang, dan inflasi bergejolak kurang menguntungkan bagi industri otomotif.
Sementara itu, Bank Indonesia mengingatkan pelaku usaha untuk bersiap-siap menghadapi tekanan terhadap nilai tukar rupiah menjelang langkah pengurangan stimulus moneter Amerika Serikat yang diprediksi dilakukan pada September.
Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan bank sentral Amerika Serikat sudah memberikan sinyal bahwa pengurangan stimulus moneter semakin dekat.
“Kita mesti bersiap-siap. Kami harus memberikan indikasi kepada industri supaya hati-hati kalau terkait dengan nilai tukar,” ujarnya Jumat (23/8).
Agus meminta swasta lebih berhati-hati dalam mengelola utang luar negeri, karena sebagian tidak dilakukan lindung nilai.
Berdasarkan data BI, utang luar negeri Indonesia mencapai US$250 miliar yang terdiri US$133 miliar utang pemerintah dan sisanya utang swasta.
Rasio pembayaran utang swasta meningkat dari 30% menjadi 41%.
Sementara itu, Lukman Leong, analis dari PT Platon Niaga Berjangka memperkirakan pelemahan rupiah pekan ini akan melambat.
Menurut dia, posisi nilai tukar Rp11.000 per dolar AS saat ini menjadi level support.
“Rupiah cenderung melemah, tapi pelan-pelan.”
Dengan kondisi ini, katanya, level Rp12.000 tak akan sulit terjadi mengingat pergerakan mata uang sebesar 5%—10% merupakan hal wajar.
RINCIAN STIMULUS
Di sisi lain, kalangan pengusaha mendesak pemerintah segera mengeluarkan rincian atas paket kebijakan ekonomi yang diumumkan pada Jumat lalu.
Paket kebijakan itu di antaranya perbaikan defisit neraca berjalan termasuk menaikkan pajak penjualan barang mewah, memberikan sejumlah insentif termasuk keringanan pajak, menjaga inflasi dan mendorong daya beli masyarakat, serta mempercepat realisasi investasi termasuk di sektor mineral.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat mengaku masih menunggu perincian kebijakan insentif.
Dia berpendapat dampak pemberian insentif kepada industri khususnya padat karya sangat bergantung pada kecepatan pemerintah dalam menindaklanjuti paket kebijakan yang telah diumumkan.
Reaksi keras datang dari kalangan pengusaha mobil premium yang mengancam akan menghentikan bisnisnya apabila pemerintah menaikkan PPnBM dari 75% ke level 150%.
Sebaliknya, pengusaha pertambangan menyambut positif rencana kebijakan pelonggaran ekspor komoditas mineral dan tambang. ([email protected])
Headline Bisnis: Gejolak Moneter&Paket Kebijakan, Pebisnis Bersikap Wait&See
Bisnis.com, JAKARTA--Kalangan pebisnis cenderung menunggu perkembangan atas gejolak moneter dan berharap pemerintah segera mengeluarkan perincian paket kebijakan yang diumumkan pekan lalu.Kalangan pebisnis otomotif, misalnya, bersikap wait and see terhadap
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
22 menit yang lalu
Mengukur Seberapa Hijau Bursa Efek Indonesia dengan Insiatif ESG
1 jam yang lalu