Bisnis.com, SURABAYA – Sejumlah produsen sepatu asal Taiwan dan Korea tahun ini merelokasi pabrik di China ke Jawa Timur, karena para pekerja industri sepatu di Negeri Tirai Bambu itu banyak beralih ke sektor industri teknologi informasi (TI) serta hiburan (pub dan hotel).
Lokasi yang dipilih investor asing itu adalah beberapa kabupaten yang nilai upah minimumnya masuk ring II seperti Kabupaten Jombang, Ngawi, Nganjuk, Lamongan.
Besaran upah minimum kabupaten/kota (UMK) di wilayah tersebut berkisar Rp900.000 – Rp1,2 juta per bulan atau lebih rendah dibandingkan ring I (Kota Surabaya, Kab. Gresik, Kab. Sidoarjo, Kab. Pasuruan, Kab. Mojokerto) yang berkisar Rp1,7 – Rp1,740 juta per bulan.
Sekretaris Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Jawa Timur Ali Mas’ud mengatakan Jawa Timur dijadikan sasaran relokasi pabrik sepatu oleh investor asal Taiwan dan Korea disebabkan terdapat banyak tenaga kerja serta ditunjang infrastruktur (listrik PLN, pelabuhan, akses jalan).
Menurut dia, produsen sepatu dari kedua negara itu membutuhkan jumlah tenaga kerja berkisar 1.000 – 3.000 orang, sedangkan produknya berupa sepatu sport dan kulit yang diorientasikan ke pasar ekspor.
“Semula produsen sepatu asal Taiwan dan Korea itu mengoperasikan pabrik di China, tetapi kegiatan produksinya menurun drastis akibat para pekerja di negara itu beralih ke sektor TI maupun industri hiburan. Upah pekerja di China pun semakin mahal,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (11/8 2013).
Ali menambahkan wilayah yang dipilih sebagai relokasi pabrik adalah sejumlah kabupaten di Jatim yang nilai upah minimum pekerjanya masuk ring II seperti Kabupaten Jombang dengan besaran UMK Rp1,2 juta/bulan, Kabupaten Ngawi Rp900.000/bulan, Kabupaten Lamongan Rp1,075 juta/bulan, Kabupaten Madiun Rp960.750/bulan.
Dengan nilai UMK sebesar itu, investasi di bidang industri sepatu berorientasi ekspor disebutkan dapat kembali modal (break even point/BEP) dalam jangka lima tahun.
Masuknya sejumlah investor sepatu ke Jatim mengakibatkan kebutuhan tenaga kerja di sektor industri tersebut meningkat, karena produsen yang telah ada juga mengalami pertumbuhan usaha.
“Semua skala usaha industri sepatu di Jatim mengalami pertumbuhan, karena industri skala menengah besar banyak yang melakukan kemitraan dengan industri skala kecil guna menekan biaya produksi,” tutur Ali.
Perkembangan tersebut mendorong Aprisindo Jatim perlu mencetak SDM persepatuan dalam jumlah besar, terutama ketrampilan di bidang jahit yang proses pelatihannya cukup lama.
Menurut Ali, anggota Aprisindo Jatim saat ini 60 industri skala besar dan ratusan lagi kategori industri kecil menengah.