Bisnis.com,, JAKARTA – Revisi UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara dinilai mendesak, khususnya dalam rangka memisahkan aset BUMN dari kekayaan negara.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Said Didu mengatakan perubahan perlu dilakukan, terutama pada pasal 2 huruf g, yang selama ini menimbulkan implikasi bahwa semua pengelolaan kekayaan negara di BUMN harus mengikuti mekanisme pengelolaan keuangan negara.
Pasal itu berbunyi kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang barang serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah.
Akibatnya, keuangan BUMN disamakan dengan keuangan negara. Demikian pula dengan kekayaan, aset dan kerugian. Implikasi lebih jauh, merugikan BUMN disamakan dengan korupsi, bukan pidana umum.
Pasal 2 huruf g bertentangan dengan penjelasan pasal 4 UU No 19/2003 tentang BUMN yang menyatakan pembinaan dan pengelolaan penyertaan modal pada BUMN yang berasal dari kekayaan negara tidak lagi berdasarkan pada sistem APBN, tetapi berdasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.
“Ini dapat diselesaikan dgn satu kata, tambahkan kata ‘tidak’. UU lain sudah terhapus semua karena cantolan UU lain itu ada di pasal 2 itu,” ujarnya dalam diskusi publik yang digelar Komisi Hukum Nasional, Rabu (24/7/2013)
Dengan demikian, pasal itu berbunyi, kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang barang serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, tidak termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah.
Said menilai Fatwa Mahkamah Agung No WKMA/Yud/20/VIII/2006 tentang Pemisahan Kekayaan BUMN dari Kekayaan Negara sebenarnya sudah baik karena memberikan kejelasan dalam praktik peradilan yang berkaitan dengan kekayaan negara.
Hal itu dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No 77/PUU-IX/2011 yang menyatakan BUMN adalah badan usaha yang memiliki kekayaan terpisah dari kekayaan negara sehingga kewenangan pengurusan kekayaan usaha, termasuk penyelesaian utang BUMN tunduk pada hukum perseroan terbatas, yakni UU No 40/2007.
Namun, dua putusan itu menimbulkan kontroversi dan diprotes banyak pihak karena dianggap menghalangi upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Menurut Said, BUMN adalah badan hukum, karena itu memiliki kekayaan sendiri. Kekayaan itu berstatus sama dengan kekayaan/aset perusahaan perseroan terbatas lainnya, dapat diagunkan untuk mendapat pinjaman, dapat disita dan dapat digadaikan.