Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konversi Hutan ke Kebun Sawit di Papua Harus Dipantau

Bisnis.com, JAKARTA - Pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan sawit dan tebu di Papua harus terus dipantau. Pasalnya mayoritas hutan di Pulau Cendrawasih adalah hutan primer dan hutan sekunder dengan kondisi baik. 

Bisnis.com, JAKARTA - Pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan sawit dan tebu di Papua harus terus dipantau. Pasalnya mayoritas hutan di Pulau Cendrawasih adalah hutan primer dan hutan sekunder dengan kondisi baik. 

Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi menuturkan di Indonesia lahan yang masih luas dan belum banyak dimanfaatkan adalah di Papua. Oleh karena itu, ekspansi lahan perkebunan mulai mengincar lahan di Papua.

Sayangnya, pelepasan kawasan hutan seringkali beririsan dengan hutan primer yang dimoratorium sesuai Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 tanggal 20 Mei 2011.

Elfian mencontohkan konsesi perkebunan sawit milik PT Golden Agri Resources (GAR) seluas lebih dari 20.000 hektare di Kabupaten Jayapura, Papua awalnya merupakan areal yang masuk dalam Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB). 

Namun, pada 2011 areal tersebut keluar dari peta moratorium dan menjadi areal konsesi perkebunan sawit anak usaha GAR, PT Sumber Indah Perkasa. Izin prinsip pelepasan kawasan hutan diteken Menteri Kehutanan pada Maret 2011 dilanjutkan dengan SK pelepasan kawasan hutan untuk budidaya perkebunan pada Juli 2012. 

"Terbukti itu hutan dan areal itu sebelumnya masuk PIPPIB pertama, berarti itu masuk hutan primer. Tapi lantas dihapus dari peta moratorium dan diterbitkan izin, padahal sampai saat ini areal tersebut mayoritas hutan," ujarnya ketika dihubungi Bisnis, Senin (22/7/2013). 

Selain menggarap hutan primer di Papua, GAR disinyalir telah melakukan penanaman sawit seluas 549 hektare sebelum izin keluar. 

Elfian menilai hutan primer tidak selayaknya dijadikan areal perkebunan sawit. Untuk itu, pemegang konsesi diharapkan mengajukan penggantian areal ke lahan nonhutan.

"Kami sangat menyesalkan, terutama dari Sinar Mas sendiri karena mereka punya kebijakan konservasi hutan tetapi konsesi sawitnya di hutan primer. Harusnya mereka sampaikan ke pemerintah supaya izin 20.000 ha bisa dicarikan di areal yang lain," tuturnya. 

Ketika dikonfirmasi terkait areal konsesi PT GAR, Direktur Pengukuhan, Penatagunaan dan Tenurial Kawasan Hutan Ditjen Planologi Kemenhut Hudoyo menegaskan tidak ada pengajuan pelepasan kawasan hutan dari PT GAR di Papua. Namun, Hudoyo belum dapat memastikan apakah ada pengajuan dilakukan atas nama PT Sumber Indah Perkasa, anak usaha GAR.  

"Sudah saya cek, tidak ada permohonan PT GAR di Papua. Bisa jadi IUP tersebut di area penggunaan lain (APL) tetapi masih berhutan. Izinnya kewenangan Bupati," kata Hudoyo. 

Managing Director GAR G. Sulistiyanto mengatakan perizinan perkebunan kelapa sawit di Papua dilakukan sesuai aturan yang ada. Pengajuan areal konsesi sudah diteliti oleh pemerintah daerah, direkomendasikan kepada Menhut, lantas dikeluarkan izinnya. 

"Kalau dikatakan melanggar peta moratorium kami harus bantah, itu tidak benar. Perizinan kami urus sesuai aturan yang ada," tuturnya ketika dihubungi Bisnis.

Selain GAR, sejumlah perusahaan mulai melirik tanah Papua sebagai lahan perkebunan yang potensial. Berdasarkan data Kementerian Kehutanan, sepanjang semester I/2013 ada 9 perusahaan yang mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan di Papua dengan total areal seluas 184.315 ha. Lima di antaranya mengajukan pelepasan hutan untuk kebun kelapa sawit.  

Selain itu, dua perusahaan telah merealisasikan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit. Perusahaan tersebut yakni PT Usaha Nabati Terpadu seluas 37.467 ha di Boven Digoel dan PT Varita Majutama II seluas 35.371 ha di Teluk Bintuni, Papua.

Adapun total pelepasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) di Papua dan Papua Barat hingga November 2012 mencapai 849.160 ha yang mencakup 35 unit perkebunan. 

Selain untuk perkebunan swasta, Elfian menambahkan sekitar 400.000 ha kawasan hutan primer Papua dihapus dari peta moratorium untuk program Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE). 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper