Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor Sawit: Anti Defisit, Justru Surplus US$22,45 Miliar

Bisnis.com, JAKARTA – Komoditas kelapa sawit Indonesia ternyata menjadi dewa penolong menahan laju defisit neraca perdagangan Indonesia pada 2012, karena ekspor sawit justru surplus US$22,45 miliar pada tahun lalu.Joko Supriyono, Sekjen Gabungan

Bisnis.com, JAKARTA – Komoditas kelapa sawit Indonesia ternyata menjadi dewa penolong menahan laju defisit neraca perdagangan Indonesia pada 2012, karena ekspor sawit justru surplus US$22,45 miliar pada tahun lalu.

Joko Supriyono, Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), mengungkapkan neraca perdagangan sektor pertanian mencatat surplus US$33,6 miliar pada saat neraca perdagangan Indonesia deficit US$ 1,63 miliar pada 2012.

Dia menjelaskan surplus perdagangan hanya dicetak oleh sub sektor perkebunan, sedangkan sub sektor tanaman pangan defisit US$6,7 miliar, peternakan defisit US$2,9 miliar, dan hortikultura US$1,3 miliar.

Surplus ekspor sub sektor perkebunan itu, sambungnya, didominasi oleh minyak kelapa sawit, yakni senilai US$22,45 miliar, karet US$8,39 miliar, kelapa (kopra) US$1,91 miliar, dan kopi US$1,3 miliar.

“Artinya, sawit penyumbang terbesar ekspor nonmigas, yakni 24% dan sebesar 19% dari total ekspor nasional.  Sawit telah menjadi pilar atau backbone perekonimian nasional,” ujarnya, Sabtu (20/7).

Bahkan, dia memperkirakan ekspor sawit naik 29% per Juni 2013. Pangsa pasar sawit Indonesia kini mencapai 13,5% dari pasar minyak nabati dunia.

Menurut Joko, semakin berkibarnya minyak sawit Indonesia di pasar dunia membuat produsen minyak nabati dunia merasa terancam, terutama AS yang selama ini menjadi produsen minyak kedelai, rape, dan bunga matahari.

Dia menjelaskan AS dan Eropa juga semakin merasa ngeri dengan kinerja sawit Indonesia, karena Indonesia kini menjadi produsen sawit nomor satu dunia, yakni sebesar 26,5 juta ton pada 2012, naik signifikan dari sebelumnya 23,5 juta ton pada 2011. “Pada 2013 ini kami perkirakan produksi naik tipis menjadi 27,5 juta ton.”

Joko menjelaskan dari sisi produksi minyak sawit juga paling efisien, yakni dengan produktivitas 3,5 ton per hektare. Adapun, minyak nabati pesaing di bawah 1 ton per ha, yaitu kedelai 0,3 ton per ha, rapsodi 0,7 ton per ha, dan bunga matahari 0,5 ton per ha.

“Minyak sawit paling efisien dan murah, sehingga dari sisi bisnis menjadi ancaman,” tegas Joko.

Namun, sambungnya, kampanye anti sawit dunia semakin massif baik menggunakan media global maupun LSM dan lembaga dunia. Keunggulan sawit juga diserang dengan sejumlah isu dan instrumen, seperti perusakan hutan, pemanasan global, dan penerapan standardisasi ala negara maju.

Adapun di dalam negeri, menurut Joko, pengembangan sawit semakin dibatasi dengan moratorium kehutanan, aturan ekspansi lahan maksimal 100.000 ha, dan RUU soal Pertanahan yang membatasi hanya 50.000 ha.

Dampaknya, ujarnya, kini mulai terasa, ongkos produksi naik sekitar 60%, dari sebelumnya US$250 per ton pada 2009, menjadi US$400 per ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper