BISNIS.COM, JAKARTA—Sikap Kementerian Perdagangan mengharapkan kenaikan harga BBM bersubsidi untuk mengurangi impor migas yang menjadi beban neraca perdagangan dinilai kurang tepat.
Wakil Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani mengatakan pengharapan ini sudah terlambat bila dimaksudkan untuk memperbaiki neraca perdagangan. Terlebih, hingga saat ini belum ada kepastian waktu penaikan harga dari pemerintah.
“Meskipun besok Juli [harga] BBM naik, dampaknya tidak terlalu signifikan, karena pada saat itu sudah memasuki bulan puasa. Trennya, produksi dalam negeri akan terpusat untuk pemenuhan konsumsi domestik, aktivitas ekspornya berkurang,” kata Franky saat dihubungi Bisnis, Selasa (4/6/2013).
Dia menambahkan jika harga BBM dinaikkan pasca Lebaran pun, momentumnya akan hilang dan sudah tidak bisa menolong defisit neraca perdagangan.
Franky menilai optimisme peningkatan ekspor produk bernilai tambah karena kenaikan impor barang baku/penolong dan modal perlu dicermati kembali. Menurutnya, hal tersebut bergantung pada barang yang didatangkan dengan peruntukannya.
Jika untuk memproduksi barang ekspor seperti garmen, alas kaki, atau mebel sudah tepat. Namun, apabila hanya untuk pemenuhan kebutuhan domestik maka impornya terus bertumbuh tanpa ada penaikan ekspor.
“Tingginya konsumsi dalam negeri membuat pengusaha cenderung berorientasi untuk pemenuhan kebutuhan domestik. Jadi perlu ditinjau kembali jenis barang impor bahan baku dan modalnya,” pungkasnya.