Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BEA KELUAR BATUBARA: Berpeluang Mulai Berlaku 2014

BISNIS.COM, JAKARTA—Penetapan bea keluar batu bara berpeluang untuk dieksekusi pada 2014, sesuai dengan UU no.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).

BISNIS.COM, JAKARTA—Penetapan bea keluar batu bara berpeluang untuk dieksekusi pada 2014, sesuai dengan UU no.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).

Kans untuk pengenaan bea keluar batu bara sebenarnya ada dan timing yang paling bagus adalah tahun depan karena 2014, UU Minerba [terkait pengenaan bea keluar batu bara] bisa efektif berlaku,” kata Plt. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang P.S. Brodjonegoro dalam raker dengan Komisi XI, Selasa (28/5/2013.

Dia mengatakan pada 2014, pelarangan ekspor bahan mentah barang tambang mineral sudah mulai berlaku karena pemerintah menginginkan adanya nilai tambah [value added] bagi mineral. Nantinya, ekspor barang tambang mineral yang sudah bernilai tambah tidak akan dikenakan bea keluar.

Namun, jelasnya, hal yang berbeda berlaku bagi barang tambang batu bara. Menurutnya, tidak ada pengolahan lebih lanjut bagi komoditas batu bara seperti mineral.

Oleh karena itu, tuturnya, komoditas batu bara bisa dikenakan bea keluar supaya batubara memiliki perlakuan yang sama dengan mineral.

“[larangan ekspor] mineral tidak masalah karena produknya punya outlet, bisa dijual ke smelter untuk diolah agar bisa diekspor. Nah yang susah itu batubara karena tidak ada smelter dan tidak ada pengolahan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Bambang mengatakan produksi batu bara lebih besar daripada kebutuhannya di dalam negeri.

Komoditas batu bara saat ini hanya dikenakan royalti, bukan bea keluar, bagi perusahaan pemegang ijin usaha pertambangan (IUP) batu bara dan perusahaan pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B).

Rencananya, pemerintah akan menyesuaikan tingkat royalti yang harus dibayarkan oleh perusahaan pemegang IUP batu bara.

Saat ini, royalti yang dipatok pada pemegang IUP batu bara maksimal sebesar 7%, lebih rendah dari tingkat royalti yang ditetapkan pemerintah pada PKP2B sudah cukup tinggi, yakni 13,5%.  (ra)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hedwi Prihatmoko
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper