BISNIS.COM, JAKARTA—Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diperkirakan kembali ke tren surplus setelah ada kejelasan mengenai kebijakan bahan bakar minyak bersubsidi.
Hartadi Agus Sarwono, Deputi Gubernur Bank Indonesia, mengatakan kejelasan mengenai kebijakan BBM bersubsidi akan meningkatkan kepercayaan pasar terhadap kondisi perekonomian dalam negeri.
Peningkatan kepercayaan pasar, lanjutnya, akan berdampak pada meningkatnya arus modal yang masuk sehingga mendongkrak kinerja neraca transaksi modal dan finansial.
Selain itu, keputusan yang tepat terkait dengan BBM bersubsidi diharapkan mampu memperbaiki neraca perdagangan dalam negeri sehingga akan mengurangi tekanan pada neraca transaksi berjalan.
Pasalnya, neraca perdagangan Indonesia belum menunjukkan kinerja yang baik karena surplus neraca perdagangan nonmigas tidak mampu menutupi defisit neraca perdagangan migas, yang sebagian besar disumbangkan oleh importasi minyak.
“Yang penting ada kejelasan [kebijakan BBM subsidi] yang akan memperbaiki transaksi berjalan, termasuk transaksi modal. Kejelasan kebijakan akan menambah kepercayaan investor sehingga [NPI] akan kembali ke tren surplus,” katanya di DPR, Selasa (21/5/2013).
Investor asing mulai menaruh perhatian terhadap kebijakan BBM bersubsidi di Indonesia. Hal tersebut tercermin dari penilaian Standard&Poor's (S&P) dan Moody's Investors Service. S&P telah menurunkan outlook profil utang Indonesia, sementara Moody's mengancam akan menurunkan outlook-nya juga akibat ketidakjelasan kebijakan BBM bersubsidi.
Berdasarkan data Bank Indonesia, NPI kuartal I/2013 mencatatkan defisit sebesar US$6,6 miliar. Padahal, NPI telah mencatatkan tren surplus setidaknya dalam dua kuartal sebelumnya, yang masing-masing US$834 juta pada kuartal III/2012 dan US$3,2 miliar pada kuartal IV/2012. Adapun, defisit NPI pada kuartal I/2013 merupakan defisit terbesar setidaknya sejak 2008.