BISNIS.COM, JAKARTA—Sepuluh tahun lagi, store without store diprediksi akan menjamur. Minimarket yang saat ini mendominasi bisa dipandang tidak efektif oleh masyarakat.
Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Pudjianto mengatakan pengusaha ritel harus mulai memikirkan dampak dari era komunikasi yang sudah tanpa batas ini.
Masyarakat selalu menginginkan hal yang semakin praktis, termasuk dalam berbelanja.
“Nanti saat berbelanja masyarakat hanya tinggal klik situsnya saja barang sudah sampai rumah. di situ sudah ada stok barang dan kita bisa mencari toko mana yang menjual paling murah,” kata Pudjianto di sela-sela seminar Retail Trends 2013 di Jakarta, Senin (25/3/2013).
Dia menambahkan hal tersebut seperti yang diamatinya di China. Sebanyak 30% pasar susu di Negeri Tirai Bambu itu sudah online. Masyarakat juga bisa memantau harga dan pasokan susu yang ada.
Pudjianto menjelaskan jika pada era 60’-an merupakan zaman keemasan pasar tradisional. Pada 70’-an adalah era supermarket, saat itu kita mulai mengenal brand seperti Hero dan Gelael.
Selang dua dasawarsa, giliran Wall Mart dan Carrefour memimpin pasar sebagai hypermart.
Adapun tahun 2000-an ini dikuasai oleh mini market. Menurutnya, pasar tradisional hingga minimarket memang akan terus berkembang, tetapi akan ada pemain baru yang muncul yakni toko online.
Dia khawatir jika pemerintah tidak mengantisipasi hal ini, karena selama ini hanya konsentrasi pada pembuatan regulasi yang bersifat fisik saja.
Contohnya, peraturan menteri perdagangan tentang waralaba toko modern dan rumah makan dan minum.
“Terlebih, nanti pada 2015 kita semua akan menghadapi free trade yang berarti tidak ada lagi batasan wilayah antar negara. Jika pemerintah maupun pelaku ritel tidak mempersiapkan diri, maka asing yang akan menguasai pasar domestik,” ujarnya.