BISNIS.COM, JAKARTA—Asosiasi Perusahaan Penjual Tiket Penerbangan Indonesia (Astindo) meminta DPR mengakomodasi usulan soal penyempurnaan UU No.1/2009 tentang Penerbangan guna memperketat operasi maskapai penerbangan.
Ketua Bidang Tiketing Astindo Pauline Suharno mengatakan pihaknya sudah bertemu dengan Komisi V DPR guna dengar pendapat terkait dengan dampak kepailitan maskapai penerbangan domestik terhadap agen penjual tiket.
Langkah itu juga menyusul kerugian puluhan miliaran rupiah yang diderita agen penjual tiket dari pailitnya sejumlah maskapai penerbangan. Terakhir, Batavia Air stop beroperasi pada 31 Januari 2013.
“Kami sudah hearing dengan DPR pekan lalu, kami minta supaya UU Penerbangan disempurnakan terutama regulasi untuk airlines yang beroperasi, semoga wakil rakyat mendengar aspirasi kami,” katanya di Jakarta, Jumat (15/3/2013).
Selain soal pengetatan operasional, penyempurnaan UU Penerbangan juga diharapkan mengatur soal bank garansi atau perlindungan uang deposit agen tiket yang disetorkan ke maskapai.
Berdasarkan pertemuan dengan DPR, sejumlah poin yang dicatat ialah kebangkrutan maskapai di Indonesia sudah lebih dari lima kali tanpa ada tindakkan hukum yang jelas kepada pemilik.
Maskapai terutama bertarif rendah atau low cost carrier (LCC) selama ini dinilai beroperasi dengan mengandalkan uang dari deposit agen, bukan hanya modal sendiri. Deposit ialah syarat maskapai terhadap agen yang ingin menjadi agen tiket dengan besaran setoran di atas Rp10 juta.
Wakil Ketua Umum Astindo Rudiana, yang turut dalam pertemuan dengan DPR, mengatakan uang deposit sebetulnya melindungi maskapai dari kebangkrutan tapi bila airlines bangkrut, agen tak mendapatkan pengembalian. Bahkan uang deposit yang disetorkan diambil dan menjadi aset airlines.
“Deposit dari agen hendaknya dijamin oleh suatu lembaga penjamin simpanan seperti pada perbankan, atau disimpan dalam satu escrow account atas nama agen dan airlines,” kata Rudiana dalam keterangan resmi Astindo.
Menurut dia, perizinan operasi airlines di Indonesia harus lebih diperketat agar dapat memenuhi unsur perlindungan masyarakat secara luas dari semua aspek termasuk finansial.
Kerugian yang dialami travel agent, bukan hanya kehilangan uang dari tiket dan deposit tetapi juga berdampak pada komponen lain dalam satu kesatuan pembuatan paket misalnya akomodasi (hotel), tiket obyek wisata, dan lainnya.
Pihaknya meminta agar UU sektor penerbangan mestinya harus menjadi payung hukum bagi Kementerian Perhubungan guna melindungi semua pemangku kepentingan penerbangan termasuk agen tiket dan masyarakat pengguna.
Dia menilai pada 2015 ketika Open Sky dibuka, bakal memicu banyak maskapai terutama yang dimiliki oleh asing beroperasi di Indonesia sehingga perundangan hendaknya bisa melindungi kepentingan nasional.
Dalam pertemuan itu juga disimpulkan perlunya kementerian teknis agar bisa mengeluarakan Keputusan Menteri atau Permen untuk mengaplikasikan turunan dari UU sektor penerbangan itu. “Komisi V berjanji akan menyampaikan dan memberi tekanan kepada pemerintah dalam ini Kemenhub,” kata Rudiana.
Astindo juga berkali—kali mendorong agen penjual tiket pesawat untuk mengikuti asuransi kerugian guna melindungi risiko bisnis menyusul kerugian dari uang deposit ke sejumlah maskapai penerbangan yang bangkrut yang nilai depositnya mencapai Rp50 miliar--Rp60 miliar.(msb)