Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KUOTA BBM SUBSIDI: ESDM Optimalkan Pengendalian Konsumsi

BISNIS.COM, JAKARTA--Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengoptimalkan penghematan dan pengendalian konsumsi bahan bakar minyak (BBM) untuk menjaga kuota subsidi yang telah ditentukan tahun ini.

BISNIS.COM, JAKARTA--Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengoptimalkan penghematan dan pengendalian konsumsi bahan bakar minyak (BBM) untuk menjaga kuota subsidi yang telah ditentukan tahun ini.

Menteri ESDM Jero Wacik mengatakan saat ini pemerintah berupaya mengoptimalkan program penghematan dan pengendalian konsumsi BBM, seperti penindakan terhadap penyelundup dan mengganti pembangkit listrik yang menggunakan BBM. Hal itu dilakukan agar kuota subsidi BBM yang sebesar 46 juta kiloliter cukup hingga akhir tahun.

"Efek dari program penghematan dan pengendalian konsumsi BBM memang tidak langsung terlihat saat ini, karena program ini jangka panjang. Akan tetapi kalau program ini dilakukan terus-menerus, maka akan dahsyat dampaknya," katanya di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Kamis (14/3/2013).

Jero mengungkapkan pemerintah hingga kini belum mengkaji opsi menaikkan harga BBM subsidi sebagai langkah untuk mengendalikan konsumsinya. Pasalnya, tahun lalu usulan tersebut sempat ditolak oleh DPR dengan alasan akan membebani masyarakat.

Menurutnya, konsumsi BBM bersubsidi akan mencapai 53 juta kiloliter jika pemerintah tidak melakukan upaya pengendalian. Jika hal itu terjadi, maka dapat dipastikan anggaran untuk subsidi dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pun akan ikut membengkak.

Selain itu, Jero juga pesimistis kuota BBM subsidi sebanyak 46 juta kiloliter yang telah ditetapkan dalam APBN 2013 cukup hingga akhir tahun. "Kemungkinan [kuota BBM subsidi] tidak akan cukup, karena tahun lalu saja kan subsidi mencapai 45,2 juta kiloliter. Kami menghitung untuk tahun ini kemungkinan mencapai 50 juta kiloliter, makanya kami mengupayakan pengendalian konsumsi," jelasnya.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelumnya meminta kepada menterinya untuk mengkaji kebijakan pengurangan subsidi BBM. Hingga kini, presiden pun masih membahas opsi yang paling mungkin untuk dilakukan agar pengurangan subsidi BBM dapat dilakukan dan dapat dinikmati langsung oleh masyarakat yang tidak mampu.

Presiden juga menyebut opsi untuk menaikkan harga BBM bersubsidi dikhawatirkan akan memicu kenaikkan harga barang yang justru akan membebani masyarakat.

Sementara itu Darmawan Prasodjo, Director of Indonesia Center for Green Economy mengatakan peningkatan kadar BBN sebesar 15% dalam BBM dapat memangkas subsidi hingga Rp28 triliun. Hal itu dikarenakan biaya untuk memproduksi BBN lebih murah dibandingkan dengan biaya produksi BBM jenis premium dan solar.

"Dengan kadar BBN sebesar 15% dalam BBM, setidaknya subsidi BBM bisa dikurangi menjadi sekitar 40 juta kiloliter dari yang sebelumnya 47 juta kiloliter. Dengan biaya produksi BBN yang sekitar Rp6.000 per liter, itu bisa menghemat Rp28 triliun," katanya.

Darmawan mengungkapkan pengoptimalan penggunaan BBN juga dapat memunculkan lapangan kerja baru dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, bahan baku BBN dapat dikembangkan di dalam negeri dengan memberdayakan masyarakat.

Dana subsidi BBM yang dihemat itu juga menurutnya, dapat digunakan untuk petroleum fund sebagai pendanaan untuk melakukan pemetaan cadangan migas di dalam negeri. "Dengan pemetaan cadangan migas yang jelas, maka perusahaan migas nasional dapat melakukan eksplorasi dengan efisien tanpa mengeluarkan dana untuk penelitian seismik," ungkapnya.

Sayangnya, hingga kini tata kelola pengembangan energi terbarukan di dalam negeri masih rumit, karena masih melibatkan banyak instansi pemerintahan. Setidaknya 13 kementerian dan lembaga yang terlibat dalam tata kelola energi terbarukan, mulai dari pengelola, perencana, pembuat regulasi, tata niaga hingga budgeting.

Idealnya, lanjut Darmawan, tata kelola energi terbarukan hanya melibatkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan DPR sebagai pembuat kebijakan, badan usaha milik negara khusus sebagai pelaksana operasi, serta petani dan korporasi sebagai pelaksana kegiatan bisnisnya.(Faa)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Fahmi Achmad
Editor : Others
Sumber : Lili Sunardi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper