BISNIS.COM, JAKARTA—Penghiliran industri yang memperhatikan seluruh mata rantai [value chain] merupakan salah satu solusi Indonesia untuk menghindari risiko jebakan kelas menengah [middle income trap].
Chatib Basri, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), mengungkapkan hilirisasi industri mensyaratkan kebutuhan tenaga kerja yang berkualitas. Oleh karena itu, peningkatan pendidikan menjadi kebutuhan yang mutlak.
“Makanya kebijakan Indonesia diarahkan ke industri yang memperhatikan seluruh mata rantai [value chain industry], peningkatan pendidikan dan tidak tergantung pada bahan alam mentah,” katanya dalam di sela-sela acara Indonesia Summit: Living Up to Expectation?, Kamis (28/2).
Kepala BKPM berharap peningkatan kualitas pekerja tidak hanya menjadi beban pemerintah semata. Menurutnya, sektor swasta mampu memberikan dampak yang lebih signifikan dalam peningkatan kualitas pekerja. Pasalnya, penghiliran industri membutuhkan peran sektor swasta yang tinggi.
Dia mencontohkan Korea Selatan sebagai salah satu negara yang mampu melepaskan diri dari jebakan kelas menengah melalui hilirisasi industri. Adapun, lanjutnya, Brasil dan Afrika Selatan menjadi contoh negara yang terjebak ke dalamnya.
Eric Lascelles, Kepala Ekonom RBC Global Asset Management, memperkiraka Indonesia masih memiliki waktu sekitar 10 tahun untuk menghindari jebakan kelas menengah yang biasa mengancam negara emerging market.
Dia menilai perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di dua kuartal terakhir belum menunjukkan sinyal bahwa Indonesia mulai memasuki jebakan kelas menengah.
Menurutnya, jebakan kelas menengah biasanya terjadi pada negara dengan pendapatan per kapita antara US$12.000-15.000. Badan Pusat Statistik menunjukkan pendapatan per kapita Indonesia sebesar US$3.498,2 pada 2012.
“Indonesia masih cukup lama untuk mencapai risiko jebakan kelas menengah, mungkin sekitar satu dekade lagi,” katanya.
Adapun, Direktur Wilayah Indonesia Asian Development Bank Jon Lindborg memperkirakan risiko Indonesia masuk ke jebakan kelas menengah sekitar 20 tahun lagi. Salah satu indikasi suatu negara terkena jebakan kelas menengah adalah penurunan pertumbuhan ekonomi setidaknya sebesar 2% setelah dalam beberapa tahun memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Dia mengingatkan upaya keras untuk menghindari jebakan kelas menengah karena pada 2050, bonus demografi Indonesia berisiko menjadi bencana demografi. Pasalnya, populasi usia produktif yang saat ini dinikmati oleh Indonesia akan memasuki masa tidak produktif pada 2050.
“Pada 2050 [populasi usia produktif] akan menua,” ujarnya.
Namun, dia menilai Indonesia masih berada di jalur yang benar untuk mampu mencapai negara berpendapatan tinggi.