Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

LIFTING MINYAK: Menkeu Agus Marto Berharap Tidak Lebih Rendah Dari 830.000 Barel/Hari

JAKARTA: Penurunan lifting minyak berimplikasi negatif terhadap penerimaan negara dan berisiko mengganggu kesehatan fiskal.Agus D.W. Martowardojo, Menteri Keuangan, mengatakan telah mengetahui rencana SKK Migas untuk merevisi target lifting minyak menjadi

JAKARTA: Penurunan lifting minyak berimplikasi negatif terhadap penerimaan negara dan berisiko mengganggu kesehatan fiskal.

Agus D.W. Martowardojo, Menteri Keuangan, mengatakan telah mengetahui rencana SKK Migas untuk merevisi target lifting minyak menjadi 830.000 barel/hari.

"Saya belum bisa sampaikan implikasinya ke postur anggaran. Kita harapkan, kalau pun harus turun tidak lebih rendah dari 830.000 barel/hari," kata Agus.

Apabila tidak dijaga, realisasi lifting minyak berisiko lebih rendah dari 830.000 barel/hari dan menjadi faktor negatif bagi kesehatan fiskal.

Agus menuturkan pemerintah belum menyepakati permintaan SKK Migas untuk merevisi target lifting tersebut. Namun, Menkeu memastikan target lifting minyak sebesar 900.000 barel/hari merupakan salah satu asumsi makro dalam APBN 2013. Untuk mengubahnya diperlukan mekanisme APBN Perubahan 2013.

"Untuk susun forecast atau outlook bisa saja dilakukan. Tetapi resmi dalam UU tidak bisa lakukan kecuali di APBN-P kita sajikan perubahan asumsi," ujarnya.

Plt. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menuturkan rencana SKK Migas menurunkan target lifting minyak dari 900.000 barel/hari menjadi 830.000 barel/hari berisiko menurunkan penerimaan negara dari sektor migas.

"Ada potensi penerimaan migas turun, kecuali kalau kenaikan ICP dapat mengkompensasi penurunan tersebut," katanya saat dihubungi Bisnis, Rabu (30/1).

Dalam RAPBN 2013, apabila realisasi lifting minyak domestik lebih rendah 10.000 barel/hari dari yang diasumsikan, maka tambahan defisit pada RAPBN 2013 diperkirakan akan berada pada kisaran Rp1,82 triliun-1,91 triliun.

Selain berdampak pada fiskal pemerintah, lanjut Bambang, penurunan lifting minyak juga berisiko meningkatkan importasi minyak yang akan berimplikasi pada neraca perdagangan dan neraca berjalan.

"Kebutuhan impor minyak akan naik, ini bisa mengganggu neraca berjalan," ujarnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, sepanjang Januari-November 2012 neraca perdagangan migas mencatat defisit sebesar US$4,84 miliar. Pasalnya, ekspor migas mencapai US$34,00 miliar, sedangkan impornya mencapai US$38,84 miliar. (bas)


 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper