Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

INDUSTRI FARMASI: Pertumbuhan Diperkirakan Stabil

JAKARTA--Pertumbuhan penjualan produk farmasi pada 2013 diperkirakan stabil, yaitu sebesar 12% hingga 15%, menyamai tren pertumbuhan pada tahun-tahun sebelumnya.

JAKARTA--Pertumbuhan penjualan produk farmasi pada 2013 diperkirakan stabil, yaitu sebesar 12% hingga 15%, menyamai tren pertumbuhan pada tahun-tahun sebelumnya.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Farmasi (GP Farmasi) Darojatun Sanusi mengemukakan kenaikan tarif dasar listrik dan upah tenaga kerja tidak terlalu berdampak buruk bagi produsen farmasi.

"Tidak terlalu berpengaruh karena sampai saaat ini tidak ada yang menyatakan akan melakukan rasionalisasi. Harga produk farmasi juga tidak ada kenaikan karena produsen akan memperhatikan persaingan yang semakin tinggi," jelasnya, Selasa (29/1/2013).

Pada 2012, Darojatun menaksir penjualan farmasi akan naik sekitar 12% menjadi Rp45 triliun hingga Rp47 triliun, sehingga pada tahun ini omzet farmasi bisa mencapai Rp54 triliun. "Pertumbuhan tiap tahun selalu stabil dikisaran 12% sampai 15%," sambung Darojatun.

Walau diprediksi stabil, penurunan nilai rupiah terhadap dolar pada awal tahun ini dapat menjadi penghambat laju pertumbuhan. Pasalnya industri farmasi masih sangat bergantung pada bahan baku impor. Tercatat, sebanyak 92% hingga 96% bahan baku farmasi masih didatangkan dari China dan India.

Darojatun mengatakan sampai saat ini depresiasi rupiah masih dapat ditoleransi karena baru mengalami kenaikan sekitar 6%. Tetapi, jika penurunan kurs bisa mencapai 9% hingga 10%, produsen bisa berhitung ulang karena depresiasi akan berimbas pada kenaikan biaya produksi.

"Dampaknya tentu tidak dirasakan langsung saat itu juga, tetapi mungkin beberapa bulan kemudian. Biasanya produsen melakukan stok barang sampai 2 bulan dan biasanya harga juga sudah disepakati melalui kontrak dengan suplier," jelasnya.

GP Farmasi menilai besarnya ketergantungan industri pada impor bahan baku disebabkan oleh tidak siapnya industri hulu farmasi untuk bersaing. Mandeknya sektor hulu ini disebabkan oleh beberapa faktor.

Salah satunya adalah kurangnya perhatian pemerintah untuk mendorong industri tersebut berkembang. Beberapa insentif yang dulu pernah diberikan sudah tidak lagi diberikan sehingga banyak yang akhirnya memilih produk impor yang lebih murah.

Di sisi lain, industri hulu dihadapkan pada kebutuhan bahan baku farmasi yang sangat bervariasi dengan kuantitas yang tidak banyak sehingga sulit untuk mengakali efektivitas produksi bahan baku.

"Varian bahan bakunya banyak tetapi kuantitasnya sedikit. Kalau diproduksi untuk kebutuhan dalam negeri saja tentu jadi mahal. Sedangakan industri di China dan India itu produksinya besar karena mensuplai pasar dalam negeri dan untuk impor juga," sambung Darojatun.

Adapun Ketua International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) Luthfi Mardiansyah mengemukakakn kekhawatiran pelaku industri terhadap implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) 2014 yang masih belum jelas.

“Saat ini kan belum diketahui berapa kisaran harga obat yang akan dibeli oleh pemerintah. Jika benar dapat diimplementasikan dan mempunyai prospek cukup bagus pada 2019, maka kami akan meningkatkan kapasitas produksi,” kata Luthfi, beberapa waktu lalu.

Industri farmasi, tambahnya, masih akan mempersiapkan modal untuk peningkatan kapasitas produksinya menjadi dua kali lipat. Saat ini, kapasitas produksi obat nasional mencapai 100 juta unit obat.

Luthfi memperkirakan belum akan ada rencana pengembangan yang signifikan dari perusahaan lokal maupun internasional karena masih akan memantau implementasi kebijakan pemerintah ini.(msb)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Editor : Martin-nonaktif
Sumber : Christine Franciska

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper