Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

JAKARTA: Komite Ekonomi Nasional merekomendasikan agar pemerintah secara agresif memberikan insentif kepada investasi langsung yang mengembangkan transfer teknologi dan pengetahuan.

Ketua KEN Chairul Tanjung mengatakan untuk bisa menjadi negara maju pada 2030, Indonesia perlu secara terus menerus memperbaiki dan meningkatkan kualitas birokrasi, penegakan dan kepastian hukum, serta peningkatan kualitas pendidikan.

"[Selain itu diperlukan] Kondisi infrastuktur, penguasaan teknologi dan inovasi, serta kemampuan daya saing," ujarnya dalam acara Penyatuan Visi Bersama menuju Indonesia Maju 2030, Selasa (13/11/2012).

Di sektor industri, imbuh Chairul, sudah saatnya Indonesia masuk ke rantai nilai produksi global yang baru. "Pilih industri unggulan untuk dikembangkan dan agresif berikan insentif pada investasi langsung yang melakukan transfer teknologi dan pengetahuan," tuturnya.

Hal tersebut diharapkan turut mendukung transformasi ekonomi Indonesia dari ekonomi berbasis sumber daya alam menuju ekonomi berbasis sumber daya manusia dan teknologi.

Purbaya Yudhi Sadewa, anggota KEN sekaligus Kepala Ekonom Danareksa Research Institute, menilai yang dibutuhkan Indonesia adalah investasi langsung yang memberikan alih teknologi dan pengetahuan. Menurutnya, untuk mendorong investasi teknologi tinggi diperlukan insentif dan dorongan dari pemerintah.

"Insentifnya bisa macam-macam, bisa keringanan pajak, atau dikasih uang kalau mau investasi di sini, kalau memang teknologi yang dimiliki perusahaan itu benar-benar dibutuhkan di sini," kata Purbaya.

Insentif tersebut dibutuhkan mengingat baru sedikit investasi bidang teknologi tinggi yang masuk ke Indonesia. Insentif pajak seperti tax holiday dan tax allowance dinilai belum memadai, adapun insentif nonpajak yang bisa diupayakan a.l. penyediaan lahan yang memadai dan birokrasi yang tidak  berbelit-belit.

KEN juga merekomendasikan agar Indonesia memperkuat dan mempercepat transformasi pertanian. Upaya tersebut harus didorong melalui penghapusan praktek kartel produk-produk pangan pokok, mempercepat realisasi food estate, mengembangkan riset pertanian, memanfaatkan potensi di bidang perikanan dan kelautan sebagai sumber ekonomi baru, dan mendiversifikasi konsumsi pangan.

Pada kesempatan yang sama, Chairman McKinsey Global Institute Raoul Oberman menilai Indonesia berpotensi menjadi setra produksi pangan yang mampu memasok lebih dari 130 juta ton produk pertanian dan perikanan ke pasar internasional pada 2030.

Hal tersebut dapat direalisasikan apabila Indonesia meningkatkan hasil panen, beralih ke tanaman yang memiliki nilai tambah lebih tinggi, dan mengurangi limbah paska panen.

"Ini bisnis berteknologi tinggi, Indonesia membutuhkan pakar pertanian, pupuk dan benih berkualitas, dan modal. Ini bukan bidang yang bisa disubsidi dan didorongan pemerintah," katanya.

Berdasarkan riset McKinsey, pendapatan dari sektor agrikultur dan perikanan dapat meningkat 6% per tahun menjadi US$450 miliar pada 2030.

Adapun industri hulu di bidang pangan, seperti industri mesin, pupuk, dan bibit dapat menawarkan potensi tambahan sebesar US$10 miliar dan total potensi US$20 miliar per tahun. (bas)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Administrator
Editor : Others
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper