JAKARTA: Kementerian Perdagangan mengakui adanya hambatan bagi pengusaha Indonesia masuk ke dalam kancah pembangunan ekonomi di Irak.
"Kendati terdapat banyak potensi investasi dan perdagangan untuk ekspor Indonesia, hal itu belum bisa kami manfaatkan apakah karena dari pengusaha yang kurang gigih atau kebudayaan orang Irak yang belum bisa ditebak karena belum ada realisasi yang signifikan," kata Sekretaris Jenderal Direktorat Kerjasama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Safrudin Yahya di Jakarta, Selasa (3/7/2012).
Dia mengatakan, hal pertama yang diperkirakan menjadi penghambat hubungan ekonomi Indonesia - Irak adalah penerapan undang-undang atau peraturan investasi yang belum sepenuhnya dilakukan.
Safrudin menilai keputusan dilaksanakan kerjasama ekonomi atau tidak dengan suatu negara lain bersama Irak masih diputuskan oleh perorangan.
"Tapi pelaksanaannya bahwa keputusan diambil untuk setuju atau tidak dalam bekerjasama masih banyak dilakukan pada personal yang tergantung pejabat atau hubungan personal," jelas dia.
Selain itu dia menjelaskan hambatan lain adalah biaya pengiriman barang ke Irak yang lebih mahal.
Hal itu dikarenakan asuransi untuk pengiriman barang yang lebih tinggi preminya ketimbang pengiriman ke negara lain yang berkondisi aman seperti Eropa atau Amerika Serikat.
"Selain itu sistem perbankan Irak juga masih harus dipelajari lebih lanjut yang mana utang Irak ke Bank Mandiri belum bisa diselesaikan meski sudah belasan tahun," kata dia.
Kemudian karena pembangunan Irak dalam skala yang besar, maka pengusaha yang berdatangan juga dari sejumlah negara yang memiliki modal kuat seperti China, Korea dan India sehingga menjadi pesaing yang berat bagi Indonesia untuk masuk ke negara itu.
Total perdagangan RI di Irak pada 2011 meningkat jadi US$154 juta yang mana pada 2010 hanya US$52 juta .Untuk total impor Irak pada 2010 sebesar US$43,9 miliar dan jumlahnya meningkat pada 2011 menjadi US$53 miliar .
Adapun, produksi minyak Irak sebesar 3 juta barel per hari dan pemerintah Irak berencana meningkatkan jadi 10 juta barel per hari hingga pada 2017. (Antara/msb)