Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

 

JAKARTA: Rencana pengaturan sistem outsourcing yang dilakukan pemerintah membingungkan kalangan pekerja/buruh, karena pernyataan tentang sistem itu ambivalen (mendua).
 
Menurut Saepul Tavip, Presiden Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia, di satu sisi pemerintah menyatakan akan menghapus sistem outsourcing, tapi di lain pihak akan melakukan pengawasan ketat terhadap praktik itu.
 
“Kalangan pekerja/buruh berharap pemerintah memberi pernyataan secara tegas dan bukan sekedar lips service mendekati 1 Mei [perayaan Hari Buruh Internasional],” katanya hari ini Kamis  10 Mei 2012.
 
Saepul menjelaskan sebenarnya dalam sistem outsourcing itu ada 2 tipe, yakni melalui perjanjian pemborongan pekerjaan dan melalui penyediaan jasa pekerja/buruh.
 
“Tipe yang kedua inilah yang kerap bermaslah, selain terjadi bias dalam hubungan kerja, sehingga pekerja/buruh seperti memiliki 2 majikan,” tegasnya.
 
Selain itu, lanjut Saepul, terjadi pula pelanggaran terhadap hak-hak pekerja/buruh dan eksploitasi yang merugikan mereka.
 
Melalui sistem yang kedua itu, dia menambahkan pekerja/buruh seperti komoditas yang diperdagangkan, sehingga seringkali disebut bentuk perbudakan modern.
 
“Jadi, kalau mau menghapus sistem outsourcing, yang tipe kedua ini, sedangkan tipe pertama masih dapat diatur dan diawasi dengan lebih ketat, terutama dalam hal jenis pekerjaan yang dapat diborongkan,” paparnya.
 
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi meminta kalangan pekerja/buruh untuk tidak menekan pemerintah dengan permintaan melarang adanya sistem outsourcing.
 
“Ada undang-undang yang mengaturnya, kalaupun mau mengubah sistem itu harus melalui pembahasan antara pemerintah dan DPR,” jelasnya.
 
Perubahan undang-undang pun, Sofjan menambahkan juga harus melalui pembahasan di DPR dan pemerintah, serta kedua lembaga itu harus punya inisiatif untuk membahasnya.
 
“Mari ikut aturan, menteripun jangan sembarang melarang sistem outsourcing, karena ini diatur undang-undang dan jangan hanya karena takut tekanan lalu mengikuti kemauan pekerja untuk melawan konstitusi,” tuturnya.(sut)
 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Jessica Nova
Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper