Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

LISTRIK NUKLIR: PLTN baru terealisasi paling cepat 2019

 

 

JAKARTA: Dewan Energi Nasional (DEN) memperkirakan Indonesia bisa memiliki PLTN (pembangkit listrik tenaga nuklir) hingga 1.000 MW pada 2019 jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berani menginstruksikan realisasi pemanfaatan energi nuklir dari sekarang.
 
Anggota DEN Herman Agustiawan mengatakan mayoritas anggota DEN sudah setuju untuk menggunakan energi nuklir. Menurutnya, pembangunan PLTN tidaklah sulit dan Indonesia sudah lama meneliti tentang energi nuklir melalui Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).
 
"Ada 1—2 orang yang masih menganggap nuklir sebagai pilihan terakhir, tapi sebetulnya bukan masalah pro-kontranya, tapi masalahnya adalah kapan sih? Nuklir itu tidak bisa tiba-tiba 2—3 tahun ada seperti PLTU, nuklir butuh 10—15 tahun," ujarnya.
 
Herman mengatakan Indonesia sudah lama meneliti nuklir dan mungkin sudah lebih dulu dibandingkan dengan Korea. Dalam RPJMN (rencana pembangunan jangka menengah nasional) 2015-2019, lanjutnya, seharusnya Indonesia sudah bisa memiliki PLTN. Pada 2019, Indonesia bisa memiliki PLTN berkapasitas 1.000 MW yang berdasarkan studi akan berlokasi di Bangka Belitung.
 
"RPJMN 2015-2019, nuklir harus ada. Tapi kalau misalnya Presiden sekarang bilang oke, go nuklir sekarang, mungkin di 2019 jadi. Karena kita sudah punya BATAN sudah lama," ujarnya.
 
Terkait dengan investasinya, Herman mengakui investasi untuk membangun 1 MW dari energi nuklir cukup tinggi, yakni bisa mencapai US$3 juta. Namun harga listrik yang dihasilkan bisa sangat murah, yakni sebesar US$3 sen per kWh.
 
"Membangunnya kan tidak harus langsung sekian puluh ribu MW. Punya 1—2 unit berkapasitas 1.000—1.500 MW dulu kan tidak apa-apa? Kalau kita tidak mulai sekarang, kita tidak akan rebut teknologi itu," ujarnya.
 
Menurutnya, Indonesia mampu membangun PLTN dengan sumber daya lokal dengan teknologi yang sudah lama dikembangkan. Dari sisi keamanan, lanjutnya, temperatur dan radiasi yang dihasilkan dari energi nuklir tidak setinggi yang dibayangkan masyarakat.
 
"Local content-nya kita memang tidak semua, bertahap. Dulu juga Korea Selatan tidak bisa, awalnya dari AS juga. Tapi mungkin sekarang Korsel local content-nya sudah 97%," ujarnya.
 
Herman mengatakan dengan pertumbuhan penduduk 1,5% per tahun, kebutuhan energi nasional masih cukup besar. Indonesia memerlukan pembangkit yang bersifat massif seperti nuklir, di samping terus mengembangkan energi baru terbarukan.
 
"Saya tidak melihat bangsa ini akan cukup mengkonsumsi energi tanpa menggunakan pembangkit yang sifatnya masif. Energi baru terbarukan bisa, cuma kapasitasnya kecil-kecil dan nunggunya lama. Belum lagi masalah keekonomiannya," ujar Herman. (sut)
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Sutarno

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper