Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OUTLOOK ENERGI 2012: Pembatasan BBM (belum) berhasil

JAKARTA: Program pembatasan penggunaan premium bersubsidi bagi mobil pribadi ternyata tak hanya sekadar wacana lagi. Pemerintah ngotot per 1 April 2012 sudah mulai diterapkan meski infrastruktur, perangkat, dan alat kendalinya seperti radio frequency

JAKARTA: Program pembatasan penggunaan premium bersubsidi bagi mobil pribadi ternyata tak hanya sekadar wacana lagi. Pemerintah ngotot per 1 April 2012 sudah mulai diterapkan meski infrastruktur, perangkat, dan alat kendalinya seperti radio frequency identification [RFID] masih belum jelas.

 

Belum lagi soal masih langkanya BBM di sejumlah daerah, law enforcement, dan masih minimnya SPBU yang menyediakan Pertamax yang bakal memicu antrean panjang. Sedangkan transportasi publik masih sangat memprihatinkan.

 

Perangkat hukum

Payung hukum berupa revisi Peraturan Presiden No 55 Tahun 2005 dan Perpres No 9 Tahun 2006 yang mengatur tentang penggunaan BBM bersubsidi sudah disiapkan sehingga pada saatnya nanti, pembatasan BBM bersubsidi itu memiliki kekuatan hukum kuat.

 

Untuk tahap awal, pembatasan penggunaan premium bagi mobil pribadi akan dilakukan di wilayah Jakarta.

 

Selanjutnya, program tersebut akan diperluas di wilayah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Sehingga pada 2015 targetnya seluruh wilayah Indonesia sudah diterapkan program pembatasan BBM bersubsidi.

 

Revisi perpres itu juga akan mengatur sanksi bagi konsumen yang melanggarnya. Sesuai dengan UU APBN 2012 tertanggal 24 November 2011, pembatasan konsumsi premium bersubsidi untuk mobil pribadi akan diberlakukan di wilayah Jawa dan Bali mulai 1 April 2012.

 

Berdasarkan Pasal 7 Ayat 4 UU APBN 2012, pengendalian anggaran subsidi BBM 2012 dilakukan melalui pengalokasiannya yang lebih tepat sasaran dan kebijakan pengendalian konsumsinya.

 

Selanjutnya, penjelasan Ayat 4 pasal tersebut menyatakan pengalokasian BBM bersubsidi secara tepat sasaran dilakukan melalui pembatasan konsumsi premium untuk kendaraan roda empat milik pribadi di Jawa-Bali sejak 1 April 2012.

 

 

PENERAPAN DI DAERAH

Tanda-tanda belum berhasilnya pembatasan BBM bisa dilihat dari sejumlah daerah yang berharap kebijakan pembatasan BBM bersubsidi perlu disesuaikan dengan kondisi daerah setempat.

 

Di Samarinda misalnya, BBM tidak dibatasi saja sudah langka. Apabila dibatasi, tentunya akan menambah kesulitan bagi masyarakat. Belum lagi di daerah lainnya di Kalimantan, Sulawesi dan Papua.

 

Pemerintah pusat perlu melakukan survei terlebih dahulu secara komprehensif ke semua daerah, sebelum mengambil keputusan terkait dengan aturan yang akan diterbitkan.

 

 

Minimnya public transportation

 

Di saat pemerintah tengah menggebu-gebu untuk mengurangi subsidi BBM, bahkan kalau perlu dihapus sama sekali, tak ada jaminan kalau selisih dari pengurangan subsidi itu digunakan bagi pembangunan infrastruktur transportasi publik.

 

Sedangkan kondisi infrastruktur publik, mulai dari angkutan bus sampai kereta api masih sangat memprihatinkan.

 

Karut marut transportasi di Indonesia, khususnya di sektor darat, sangat jelas menggambarkan pemerintah tak punya visi ke depan.

 

Pembenanahannya terkesan asal-asalan dan hanya mengejar proyek semata, sementara tujuan lain yang lebih besar, seperti adanya ketertiban yang tercipta tidak tercapai sama sekali.

 

Mudahnya pemberian izin trayek kepada angkutan kota menjadikan sejumlah kota di sekitar Jabodetabek menjadi kota 1.000 angkot.

 

Demikian hal nya kondisi kereta api di Indonesia, selain infrastrukturnya sudah begitu tua sehingga sering mengalami gangguan, kualitas sumber daya manusia nya pun jauh dari yang semestinya dan tidak membuat penumpangnya nyaman dan tertib.

 

 

Kebijakan tak jelas

Kebijakan yang akan diterapkan pemerintah terkait bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi 2012 masih belum jelas. Pemerintah akan lebih sulit menentukan kebijakan karena semakin menipisnya stok BBM di dalam negeri.

 

Pemerintah sebaiknya tidak terlalu banyak berjanji kepada masyarakat bahwa stok BBM bersubsidi aman karena pada kenyataannya harga BBM bersubsidi di berbagai daerah naik hingga mencapai 400% dari harga resmi.

 

Memang dalam kebijakan pembatasan BBM terdapat sejumlah opsi, yaitu opsi ekonomi dan opsi politik. Mungkin opsi politik lebih mempengaruhi kebijakan daripada opsi ekonomi. Atau mungkin juga adanya desakan dan intervensi dari lembaga keuangan dunia seperti IMF, USAID, Bank Dunia, ADB, dan OECD agar Indonesia segera mencabut subsidi BBM.

 

Selama ini, para pembuat kebijakan menilai salah besar apabila subsidi BBM diberikan kepada orang kaya. Siapa orang kaya? Mereka yang punya mobil, tidak peduli apakah mobil murahan dengan membeli secara kredit atau mobil mewah yang diimpor secara utuh. Lalu siapa orang miskin? Mereka yang mobilitasnya menggunakan angkutan umum.

 

Uraian di atas membuktikan adanya empat masalah dalam soal BBM, yaitu pengertian subsidi dalam pengelolaan energi, industri automotif dan keuangan, serta moda transportasi.

 

 

 

Akar masalah

 

Departemen Energi AS pernah menegaskan bahwa energi adalah daya dan darah kehidupan dan karenanya mereka sangat risau dengan ketergantungan pasokan asing.

 

Di Indonesia, soal energi adalah soal hajat hidup orang banyak sebagaimana diatur Pasal 33 UUD 1945, dan sangat tidak etis apabila ini dikatikan dengan opsi politik, atau bahkan ekonomi makro, karena penyelesaiannya harus di atas kedua opsi itu, ialah kemanusiaan dan hajat hidup orang banyak.

 

 

Ketersediaan BBM

 

Apakah sumber daya BBM memenuhi kebutuhan domestik sebesar 1,2 juta barel per hari? Pemerintah hanya menegaskan bahwa pada 2011 konsumsi BBM bersubsidi mencapai 40,49 juta kiloliter. Jumlah ini pasti bertambah pada 2012 karena penjualan mobil tahun 2012 diduga mendekati satu juta unit.

 

Lalu semuanya berteriak, subsidi BBM di APBN membengkak. Padahal, jika disebutkan akan terjadi penghematan belanja sekitar Rp50 triliun, penghematan itu berarti biaya bagi masyarakat dan belanja itu berarti keuntungan bagi asing serta inflasi.

 

 

Tidak masuk akal

 

Penghematan anggaran negara melalui pembatasan bahan bakar minyak (BBM) tidak tepat dan tidak masuk akal. Langkah tersebut membuktikan ketidakmampuan Pemerintah dalam mengelola anggaran negara sehingga rakyat yang harus “membayar” kegagalan pemerintah.

 

Pembatasan BBM itu tidak memiliki landasan dan kajian yang komprehensif. Pembatasan ini merupakan bentuk kepanikan pemerintah.

 

Pembatasan untuk mobil sedemikian rupa dipaksakan, namun pemerintah lupa bahwa penggunaan BBM untuk sepeda motor justru peningkatannya jauh lebih besar.

 

Data Dinas Perhubungan DKI Jakarta Tahun 2011 menyebutkan jumlah kendaraan meningkat menjadi 7,34 juta unit, kendaraan roda empat sebesar 2,5 juta unit dan kendaraan roda dua hampir 5 juta unit.

 

Sedangkan rata-rata konsumsi bahan bakar untuk kendaraan roda empat adalah 1 liter untuk 10 kilometer dan rata-rata kendaraan roda dua adalah 1 liter untuk 32 kilometer maka konsumsi bahan bakar kendaraan roda empat jelas lebih besar dari roda dua.

 

Kebijakan ini tentunya akan memiskinkan kaum menengah di mana golongan ini justru merup[akan kelompok mayoritas di Indonesia.

 

Khusus bidang energi, ldengan tidak adanya kebijakan energi nasional dalam jangka pendek, menengah, dan panjang, menyebabkan potensi penerimaan negara di sektor ini banyak yang hilang percuma. Bahkan, tersedot oleh negara lain.

 

Mereka tidak saja mengelola dan memanfaatkannya, tetapi berbagai kewajiban pembayaran royalti yang seharusnya tinggi dan sepadan, cost recovery yang menjadi kewajiban pengelola pertambangan dan migas. Bahkan, masalah persentase fokus penggunaan untuk sektor domestik tidak pernah dikelola dengan baik.

 

 

Setengah hati

 

Pemerintah dinilai setengah hati dalam menerapkan kebijakan pembatasan Bahan Bakar Minyak subsidi. Pasalnya, kebijakan pembatasan BBM sedianya diterapkan 1 April, namun kesiapan infrastrukturnya masih dipertanyakan.

 

Terlebih, pembatasan tersebut diikuti oleh konversi BBM ke Bahan Bakar Gas (BBG) yang pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) membutuhkan waktu enam bulan.

 

Dengan demikian, masyarakat tidak memiliki pilihan selain menggunakan BBM nonsubsidi (Pertamax) yang harganya jauh lebih mahal.

 

 

Harga BBM dinaikkan?

 

Kebijakan pembatasan BBM ini hanya merupakan siasat pemerintah semata, yang akan menaikan lagi harga BBM, karena kemampuan yang terbatas dari pemerintah untuk memberikan subsidi untuk BBM.

 

Implementasi penerapan aturan pembataan BBM tersebut sulit ditafsirkan secara akal, terutama terkait kontrol dan pengawasan untuk merealisasikan aturan tersebut.

 

Adalah tidak mungkin apabila setiap SPBU bakal dikasih pengawasan dari aparat untuk mengontrol pembatasan BBM karena kesannya pasti lucu, sementara banyak tugas dari aparatur yang belum terselesaikan dengan sempurna.

 

Kaji ulang

 

Kebijakan terkait pembatasan pemakaian BBM bersubsidi sebaiknya dikaji ulang, mengingat efesiensi dan formulasi untuk melaksanakan aturan tersebut yang masih mengambang.

 

Kalau memang semua perangkatnya mendukung tidak menjadi soal, dengan catatan tidak menimbulkan keresahan di masyarakat terutama di daerah.([email protected])


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper