Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

 

JAKARTA: Harga kopi pada tahun depan diperkirakan tidak jauh berbeda dari tahun ini, yakni berada di level Rp35.000 per kg untuk jenis arabika dan Rp20.000 per kg robusta meskipun volume produksi 2012 lebih besar 18%.
 
Sekretaris Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Rachim Kartadibrata mengatakan perkiraan volume produksi kopi tahun depan adalah 650.000 ton, sementara tahun ini 550.000 ton.
 
“Produksi tahun ini tidak begitu banyak akibat kondisi alam. Tahun depan kalau cuaca bagus, bisa produksi hingga 650.000 ton. Tapi, harga saya rasa masih sama seperti tahun lalu karena pedagang akan tetap bertahan,” katanya di Jakarta siang ini, Selasa, 29 November.
 
Menurutnya, kondisi cuaca yang bagus untuk perkebunan kopi adalah volume hujan yang tidak terlalu sering atau terlalu sedikit.
 
Rachim menuturkan harga kopi saat ini memang cukup tinggi, namun pedagang kurang bisa menikmati keuntungan karena volume produksi yang terbatas.
 
“Harga untuk robusta dan arabika itu memang cukup tinggi dibandingkan pada 1999, tapi produknya tidak ada. Sama saja kalau begitu kan?”
 
Dia menuturkan harga kopi banyak dipengaruhi oleh fund manager di bursa efek di London dan New York.
 
Menurut Rachim, ketika fund manager mengetahui bahwa volume produksi kopi tidak mencapai target akibat alam kurang bersahabat, mereka lalu akan berebut membeli kontrak pengiriman kopi sehingga otomatis menaikkan harga komoditas tersebut.
 
“Tahun depan diperkirakan volume produksi bisa meningkat, dan ada kemungkinan bisa menekan harga. Tapi, harga juga bisa bertahan karena keinginan pedagang. Kalau pedagang tidak mau melepas harga di bawah kan sulit,” katanya.
 
Rachim menuturkan pada tahun ini Ekspor kopi robusta Indonesia diharapkan bisa mencapai 350.000 ton, sedangkan arabika sebanyak 60.000 ton.
 
Menurutnya, krisis perekonomian di Amerika Serikat dan Eropa belum begitu berdampak terhadap harga kopi.
 
“Kopi itu merupakan pengeluaran yang tidak terlalu besar untuk rumah tangga, jadi pengaruhnya masih kecil. Memang ada penurunan harga, tapi itu kecil sekitar 1,5% hingga 2% dibandingkan dengan saat sebelum krisis,” paparnya. (ln)
 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper