Direktur Kimia Dasar Ditjen Basis Industri Manufaktur Toeti Rahajoe mengatakan Kemenperin bersama konsorsium China, yaitu Anhui Conch Cement, Prosperity Materials (Internasional) Ltd, dan Komisi Pengawasan, dan Administrasi Aset-aset Milik Negara Provinsi Anhui menandatangani nota kesepahaman untuk kerja sama pengembangan industri semen nasional. Anhui Conch Cement, tuturnya, merupakan produsen semen terbesar di China yang saat ini memiliki total kapasitas produksi 140 juta ton per tahun.
Perusahaan tersebut, tuturnya, akan berinvestasi di empat provinsi yaitu di Tanjung, Kalimantan Selatan dengan kapasitas 6.400 ton klinker per hari yang dilengkapi dengan pabrik penggilingan semen, pelabuhan, pembangkit listrik dengan daya 60 MW ditambah 1x12 MW, berikut fasilitas produksi dan pendukiungnya. Investasi untuk pengembangan pabrik semen tersebut, katanya, mencapai US$400 juta.
Anhui Conch Cement akan berinvestasi awal di Tanjung sebesar US$250 juta, katanya hari ini.
Perusahaan yang kini mempekerjakan 45.000 pekerja itu juga akan membangun pabrik di Tanah Grogot (Paser), Sepinang, Kalimantan Timur. Di lokasi tersebut, katanya, kapasitas pabrik dirancang sebesar 10.000 ton klinker per hari yang dilengkapi dengan pabrik penggilingan semen, pelabuhan, pembangkit listrik 60 MW + 1x18 MW dan fasilitas produksi dan pendukung lainnya dengan investasi US$600 juta.
Anhui Conch Cement, lanjutnya, akan membangun pabrik semen di Pontianak, Kalimantan Barat dengan investasi US$600 juta. Pabrik semen di Pontianak dirancang serupa, baik kapasitas maupun fasilitas pendukungnya, dengan pabrik semen di Kalimantan Timur. Perusahaan ini juga akan berinvestasi di Papua Barat. Walaupun kapasitas produksi dan fasilitas pendukungnya serupa dengan Kaltim dan Kalbar, investasi yang dibutuhkan di Papua Barat lebih besar, yaitu US$750 juta.
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengungkapkan segera setelah penandatanganan MoU, Anhui Conch Cement berkomitmen untuk segera melakukan studi kelayakan yang diharapkan tuntas pada tahun ini. Studi kelayakan yang ditujukan untuk menentukan penilaian atas kemampuan teknis dan ekonomis proyek itu akan dilakukan bersama dengan Prosperity Materials.
Dengan pengawalan penuh dari Kemenperin, secepatnya akan ajukan proposal bisnis ini ke BKPM. Pemerintah berkomitmen menfasilitasi penerbitan persetujuan, rekomendasi, dan perizinan yang berhubungan dengan kegiatan pertambangan, pengolahan, pengembangan industri, lahan, dan lainnya yang diperlukan untuk proyek-proyek semen ini, tuturnya.
Pemerintah juga telah menetapkan industri semen sebagai salah satu industri penerima insentif berdasarkan PP No.62/2008. Menperin berharap keempat pabrik semen tersebut bisa dimulai pada tahun ini karena kawasan Indonesia Timur sangat memerlukan tambahan pasokan, terutama terkait dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia.
Tahun ini sudah harus bisa dimulai karena pabrik semen di KTI sangat diharapkan. Selain itu, pertumbuhan konsumsi semen nasional mencapai 7%--10%. Pada 2015 konsumsi semen bisa mencapai 55 juta ton dan 10 tahun mendatang bisa lebih dari 100 juta, katanya.
Saat ini, terdapat sembilan produsen semen nasional dengan kapasitas produksi 52 juta ton yang tersebar di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Namun, hingga kini utilisasi pabrik semen masih mencapai 72% atau hanya memproduksi 37,8 juta ton per tahun dari kebutuhan yang mencapai 40,7 juta ton per tahun.
Lebih jauh Hidayat mengungkapkan investasi di sektor semen merupakan pertama China di Indonesia sebagai kelanjutan dari komitmen Perdana Menteri China Wen Jiabao dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada April. Selama ini didominasi dengan kerja sama perdagangan dan minim sekali China berinvestasi. Ini menjadi awal yang diharapkan bisa ditingkatkan lagi. China juga telah berkomitmen untuk memperluas dan memperdalam kerja sama bilateral di bidang infrastruktur, semen, baja, dan machinery. (sut)