Dalam draft yang diterima Bisnis, disebutkan bahwa Lembaga Kepariwisataan Indonesia harus dibentuk dalam waktu paling lama dua tahun terhitung sejak UU ini berlaku. Lebih lanjut dalam Pasal 36 ayat 1, disampaikan bahwa Menteri membentuk suatu lembaga kepariwisataan di ibu kota negara dalam rangka meningkatkan pemasaran Kepariwisataan.
Terkait hal tersebut, Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Ahli Utama Kemenparekraf Nia Niscaya menyebut bahwa lembaga tersebut merupakan inisiasi dari Gipi dan pemerintah. Kehadiran lembaga pariwisata diharapkan dapat meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara dan investasi di Tanah Air.
“Ini sebetulnya adalah inisiasi dari Gipi dan tentu kolaborasi antara pemerintah dengan pelaku melalui asosiasi,” kata Nia dalam konferensi pers, dikutip Selasa (10/9/2024).
Sementara itu, munculnya lembaga tersebut telah menimbulkan pertanyaan di kalangan pengusaha lantaran dinilai beririsan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Pelaku usaha juga sempat meragukan adanya pembentukan lembaga tersebut. Mengingat, pemerintah dalam Undang-undang No.10/2009 tentang Kepariwisataan juga sempat mengamanatkan pembentukan dua lembaga, yaitu Badan Promosi Pariwisata dan Gipi.
Namun, Badan Promosi Pariwisata hingga saat ini tak kunjung terbentuk meski merupakan amanat dari UU Kepariwisataan.
Baca Juga
“Usulannya dari mana dan kalau kita lihat detail daripada lembaga kepariwisataan nasional itu kok beririsan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sendiri,” tanya Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi Dewan Pengurus Pusat Gipi Maulana dalam konferensi pers, Rabu (4/9/2024).
5. Pemangkasan Anggaran Perdin
Pada November 2024, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melalui surat Nomor S-1023/MK.02/2024 telah menginstruksikan kementerian lembaga untuk melakukan efisiensi belanja perjalanan dinas tahun anggaran 2024.
Instruksi dilakukan sebagai tindak lanjut dari arahan Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Kabinet pada 23 Oktober 2024 dan 6 November 2024.
Melalui surat tertanggal 7 November 2024 itu, Bendahara Negara meminta pimpinan kementerian/lembaga untuk meninjau kembali berbagai kegiatan yang memerlukan belanja perjalanan dinas pada daftar isian pelaksanaan anggaran atau DIPA TA 2024 yang bisa dihemat, tetapi tetap menjaga efektivitas pencapaian target sasaran program di masing-masing kementerian lembaga.
Penghematan anggaran untuk perjalanan dinas, ditetapkan minimal setengah dari pagu belanja perjalanan dinas pada DIPA TA 2024.
“Terhadap belanja perjalanan dinas, dilakukan penghematan minimal 50% dari sisa pagu belanja perjalanan dinas pada DIPA TA 2024 terhitung sejak surat ini ditetapkan,” tulis Sri Mulyani dalam suratnya, dikutip Selasa (12/11/2024).
Salah satu yang terdampak adanya penghematan anggaran perjalanan dinas adalah industri perhotelan. Bagaimana tidak, pangsa pasar pemerintah cukup besar untuk industri ini.
Pemerintah merupakan pelanggan penting lantaran berbagai kegiatan seperti rapat, seminar, pelatihan, hingga kunjungan kerja sering diadakan di hotel dengan fasilitas yang sesuai untuk acara tersebut. Tak heran, pemangkasan anggaran perjalanan dinas berdampak serius bagi industri perhotelan.
Menurut perhitungan PHRI, industri perhotelan berpotensi kehilangan triliunan rupiah akibat regulasi ini. Pasalnya, pangsa pasar pemerintah untuk hotel bintang 3 dan 4 sekitar 40%, sedangkan hotel bintang 5 memiliki pangsa pasar sekitar 10%.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023, total jumlah kamar untuk hotel bintang 3 dan 4 di Indonesia mencapai 257.208 kamar.
Jika diasumsikan 40% dari kamar tersebut diisi oleh kegiatan pemerintah, dengan rata-rata harga kamar Rp600.000 dan tingkat okupansi 52%, potensi pendapatan tahunan untuk hotel bintang 3 dan 4 diperkirakan mencapai Rp14,1 triliun.
Adapun, untuk hotel bintang 5, jumlah total kamar mencapai 50.813 kamar di seluruh Indonesia. Dengan pangsa pasar pemerintah sebesar 10%, tingkat okupansi 52%, dan harga per malam Rp2,5 juta, potensi pendapatan dari hotel bintang 5 diperkirakan mencapai Rp2,4 triliun.
Jika dijumlahkan, potensi pendapatan yang dapat dihasilkan dari kegiatan pemerintah di hotel bintang 3, 4, dan 5 adalah sekitar Rp16,5 triliun per tahun.
Namun, jika pemerintah melakukan pemotongan anggaran hingga 50%, total pendapatan yang bisa diperoleh hotel dari kegiatan pemerintah berkurang menjadi sekitar Rp8,3 triliun.
“Kalau dipotong 50%, berarti tinggal sekitar Rp8,3 triliun. Itu tentu akan berdampak besar,” ujarnya.
6. Tarif PPN Naik 12%
Di pengujung 2024, pemerintah memastikan bahwa pajak pertambahan nilai (PPN) dipastikan dari 11% menjadi 12% di 2025.
Ketua Umum Gipi, Hariyadi Sukamdani mengungkap, kebijakan ini berdampak langsung untuk industri pariwisata, termasuk hotel dan restoran. Pasalnya, hasil penjualan industri tersebut dikenakan pajak daerah yang berupa pajak final.
Dia menuturkan, PPN masukan tidak dapat dikompensasikan dengan penjualan. Hal ini berbeda dengan industri lain di mana PPN masukan dapat dikompensasikan pada PPN keluaran.
“..sehingga biaya yang ditanggung industri pariwisata dan hotel & restoran lebih besar,” ungkapnya, Kamis (26/12/2024).
Lebih lanjut, dia menyebut bahwa selisih pajak yang dibayar industri pariwisata akan dibebankan ke konsumen. Hal ini lantas memberatkan industri pariwisata mengingat daya beli masyarakat saat ini masih lemah dan sektor pariwisata bukan sektor primer.
“Industri pariwisata untuk hasil penjualannya dikenakan pajak daerah, sedangkan biaya operasional seperti listrik, gas, air bersih, air limbah, dan bahan baku makanan dikenakan PPN. PPN tersebut tidak bisa dikompensasikan dengan Pajak Daerah, makanya PPN itu adalah cost bagi industri pariwisata,” pungkasnya.