Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bukan Insentif, Produsen Tekstil Tagih Kebijakan Pengetatan Laju Impor

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menilai kebijakan pengetatan laju impor lebih dibutuhkan industri dibandingkan guyuran insentif
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis

Bisnis.com, YOGYAKARTA – Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menilai kebijakan insentif industri padat karya berupa PPh21 ditanggung pemerintah (DTP) dan subsidi kredit investasi dapat menjadi angin segar kendati yang paling diperlukan industri yaitu pengetatan laju impor. 

Wakil Ketua Umum API David Leonardi mengatakan, pelaku usaha tengah menantikan pemulihan daya beli masyarakat untuk mendorong pesanan baru sehingga produktivitas industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dapat terdongkrak. 

“Jika berbicara tentang peningkatan produktivitas, lonjakan impor yang tinggi juga perlu ditekan, terutama karena kondisi pasar saat ini sedang tidak stabil,” kata David kepada Bisnis, (18/12/2024). 

Menurut David, upaya pemerintah untuk meningkatkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% dapat menekan kembali daya beli masyarakat. 

Sementara itu, kenaikan upah minimum provinsi sebesar 6,5% belum mampu menjadi solusi yang efektif untuk meningkatkan daya beli, telebih dalam situasi ketidakpastian terkait keterbukaan lapangan pekerjaan.

“Dalam menghadapi kondisi ekonomi seperti ini, kebijakan yang melindungi pasar dalam negeri dan disertai stimulus terhadap industri lokal menjadi solusi yang tepat untuk mendorong aktivitas produksi,” ujarnya. 

Sebab, menurut dia, kebijakan perlindungan pasar domestik akan meningkatkan permintaan terhadap produk industri dalam negeri, yang pada akhirnya akan memicu peningkatan penyerapan tenaga kerja dan memberikan pendapatan kepada masyarakat sehingga daya beli meningkat. 

“Selain itu, stimulus terhadap industri akan meringankan beban yang dihadapi oleh pelaku usaha sehingga level playing field Indonesia dapat lebih kompetitif,” jelasnya. 

Dia pun berharap produk-produk Indonesia akan memiliki harga yang lebih bersaing dengan produk impor sehingga dapat memperkuat daya saing industri nasional. 

Sebagaimana diketahui, industri tekstil tengah tertekan. Hal ini tercerminkan dari 38 pabrik tekstil yang telah berhenti beroperasi dalam 2 tahun terakhir. Sejak awal tahun hingga September 2024, sebanyak 46.000 pekerja industri TPT terkena PHK. Jumlahnya diproyeksi bertambah 30.000 pekerja hingga akhir tahun.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper