Bisnis.com, JAKARTA - Deportasi besar-besaran terhadap pekerja kelahiran asing dari Amerika Serikat mungkin akan mengganggu beberapa bisnis. Meski demikian, dampaknya terhadap inflasi dan perekonomian secara luas akan bergantung pada rinciannya.
Hal tersebut diungkapkan oleh Presiden Federal Reserve Minneapolis Neel Kashkari yang menyampaikan pandangannya mengenai dampak ekonomi dari janji kampanye Presiden terpilih AS Donald Trump untuk mendeportasi imigran yang berada di AS secara tidak sah.
“Jika anda berasumsi orang-orang bekerja – baik bekerja di pertanian atau bekerja di pabrik – dan perusahaan-perusahaan tersebut kini kehilangan karyawan, hal itu mungkin akan menimbulkan gangguan,” kata Kashkari dikutip dari Reuters, Senin (11/11/2024).
Kashkari menyebut, implikasi kebijakan deportasi tersebut belum dapat terlihat secara jelas saat ini. Dia menyebut, pada akhirnya, pelaku bisnis, Kongres AS, dan cabang eksekutif harus memikirkan bagaimana mereka akan menyesuaikan kebijakan tersebut.
Selain tindakan keras terhadap imigrasi, Trump mengatakan dia juga akan mengenakan tarif besar pada barang-barang impor dan mengupayakan pemotongan pajak, yang dapat meningkatkan defisit federal.
Terkait potensi dampak kebijakan-kebijakan tersebut berdampak terhadap inflasi, Kashkari mengatakan hal tersebut akan bergantung pada rincian dan faktor-faktor seperti bagaimana negara-negara lain merespons tarif AS.
Baca Juga
Menurutnya, tarif, biaya atau pajak yang dibebankan ketika barang masuk ke suatu negara, mungkin memicu kenaikan harga satu kali namun tidak berdampak pada inflasi jangka panjang.
"Namun tantangannya adalah adanya saling balas dendam. Jika satu negara menerapkan tarif, lalu merespons, dan tarifnya meningkat... kita harus menunggu dan melihat apa yang akan diterapkan dan kemudian bagaimana negara lain akan meresponsnya. Saat ini kita hanya menebak-nebak," ujar Kashkari.
Adapun, kemenangan Trump pada Pilpres AS pekan lalu untuk masa jabatannya yang kedua mungkin menimbulkan ketidakpastian baru bagi bank sentral AS. Hal tersebut karena The Fed terus mempertimbangkan penurunan suku bunga saat ini karena inflasi mendekati target sebesar 2%.
The Fed memangkas suku bunga acuan seperempat poin persentase ke kisaran antara 4,5% hingga 4,75% pada pekan lalu.
Kashkari mengatakan, meski ekspektasi saat ini adalah penurunan suku bunga lagi sebesar seperempat poin pada pertemuan The Fed Desember, dia mengatakan pihaknya perlu melihat data data terkait terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan.
“Kami ingin memiliki keyakinan bahwa inflasi akan turun hingga mencapai target 2% dari level saat ini sekitar setengah poin persentase di atasnya," kata Kashkari.