Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan harga referensi minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) pada periode Maret 2024 sebesar US$798,9 per ton.
Harga referensi CPO pada Maret 2024 terpantau mengalami penurunan US$7,51 atau 0,93% dari harga referensi CPO pada periode Februari 2024 sebesar US$806,4 per ton.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Budi Santosa, mengatakan harga referensi CPO pada Maret 2024 didapat dari rata-rata harga CPO di bursa Indonesia sebesar US$773,31 per ton dan bursa Malaysia sebesar US$824,49 per ton. Hal itu berdasarkan ketentuan dari Permendag No.46/2022.
Budi menjelaskan, dengan ditetapkannya harga referensi CPO Maret 2024 sebesar US$798,9 per ton, maka pemerintah mengenakan bea keluar (BK) CPO untuk periode Maret 2024 sebesar US$33 per ton dan pungutan ekspor (PE) sebesar US$85 per ton.
Dia pun membeberkan penurunan harga referensi CPO pada periode kali ini disebabkan oleh harga minyak nabati lainnya yang mengalami pelemahan.
"Penurunan harga referensi CPO ini dipengaruhi oleh penurunan harga minyak nabati lainnya, terutama minyak kedelai, dan melemahnya kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat," kata Budi dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (3/3/2024).
Baca Juga
Adapun, BK untuk minyak goreng (RBD Palm Olein) dalam kemasan bermerek dan dikemas dengan berat kurang dari 25 kilogram ditetapkan sebesar US$0 per ton atau bebas bea keluar.
Sementara itu, harga referensi biji kakao pada Maret 2024 ditetapkan sebesar US$5.396,52 per ton. Harga referensi biji kakao pada periode ini mengalami lonjakan signifikan sebesar US$1.050,83 per ton atau 24,18% dari harga Februari 2024.
Dengan begitu, harga pasokan ekspor (HPE) biji kakao pada Maret 2024 ditetapkan menjadi US$5.024 per ton. Namun, kenaikan HPE biji kakao tidak berdampak pada BK biji kakao yang tetap sebesar 15%.
"Peningkatan HR dan HPE biji kakao antara lain dipengaruhi peningkatan permintaan yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi terutama di negara produsen di wilayah Afrika, seperti Pantai Gading, Ghana, dan Nigeria akibat adanya fenomena El Nino. Selain itu, adanya kebijakan Pemerintah Pantai Gading yang menghentikan penjualan akibat produksi terus turun serta adanya pelemahan kurs Dolar AS," jelasnya.