Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PLTP Kamojang Jadi Penghasil Hidrogen Berbasis Panas Bumi Pertama di Asean

PLTP Kamojang resmi menjadi penghasil hidrogen hijau (green hydrogen) berbasis panas bumi pertama di Asia Tenggara.
Tampak udara Green Hydrogen Plant (GHP) di PLTP Kamojang yang menjadi GHP ke-22 di Indonesia/PLN
Tampak udara Green Hydrogen Plant (GHP) di PLTP Kamojang yang menjadi GHP ke-22 di Indonesia/PLN

Bisnis.com, JAKARTA - Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi atau PLTP Kamojang resmi menjadi penghasil hidrogen hijau (green hydrogen) berbasis panas bumi pertama di Asia Tenggara.

Green hydrogen plant (GHP) pada pembangkit energi baru terbarukan (EBT) tersebut menjadi GHP ke-22 yang dibangun PT PLN (Persero) dan akan memasok hidrogen hijau untuk Hydrogen Refueling Station (HRS) Senayan yang diresmikan Rabu, (21/2/2024).

Hidrogen hijau berbasis panas bumi tersebut dihasilkan dari air kondensasi dari proses produksi listrik PLTP Kamojang. PLN berencana menambah kapasitas GHP di PLTP Kamojang sehingga produksi hidrogennya semakin besar.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN terus berinovasi dalam mengakselerasi ekosistem hidrogen secara end to end di Indonesia. Melalui kehadiran GHP, kata Darmawan, PLN turut mendukung pengembangan kendaraan hidrogen yang dikenal ekonomis serta rendah emisi.

"Kami ingin mencoba hidrogen hijau dari proses produksi energi baru dan terbarukan murni, maka kami membangun GHP di PLTP Kamojang, ada tambahan sekitar 4,3 ton per tahun," ujar Darmawan, dikutip dari siaran pers, Jumat (23/2/2024).

Dengan beroperasinya GHP di PLTP Kamojang, saat ini PLN telah memiliki 22 GHP tersebar di Indonesia yang bisa memproduksi 203 ton hidrogen hijau per tahun.

Darmawan memerinci, dari total produksi 203 tersebut, 75 ton hidrogen akan digunakan untuk kebutuhan operasional pembangkit, sedangkan 128 ton akan digunakan untuk mendukung pengembangan ekosistem kendaraan hidrogen.

Menurutnya, dengan asumsi setiap mobil menempuh jarak 100 km/hari, maka total kapasitas produksi hidrogen hijau tersebut mampu digunakan untuk 438 mobil dalam setahun serta bisa mengurangi energi impor BBM sebanyak 1,59 juta liter per tahun menjadi energi domestik.

"Dari sisi hulunya sudah bisa kita selesaikan, dari hilirnya kita membangun HRS sebagai pilot project, nantinya juga di sini ada hydrogen center," kata Darmawan.

Sebelumnya, PLN lewat subholding PLN Indonesia Power resmi mengoperasikan stasiun pengisian hidrogen atau hydrogen refueling station (HRS) pertama di Indonesia yang berlokasi di Senayan, Jakarta.

“Kalau menggunakan hydrogen refueling station yang ada di sini, biayanya hanya sekitar Rp276 saja per kilometer, coba bandingkan dengan biaya menggunakan BBM Rp1.300 per kilometer,” kata Darmawan.

Menurut dia, harga per kilometer hidrogen hijau itu jauh lebih kompetitif juga dengan harga pengisian daya setrum kendaraan listrik di level Rp350 sampai dengan Rp400. Adapun, tarif ultra fast charging dari kendraan listrik dibanderol Rp555 per kilometer.

“Kami juga menjajaki nanti kolaborasi dengan transportasi publik yang ada di Jakarta,” kata dia.

HRS Senayan dilengkapi dengan charger electric vehicle berbasis hidrogen yang memiliki fungsi sama dengan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU). Di sana juga dibangun Hydrogen Center dan Hydrogen Gallery Room sebagai pusat pelatihan dan pendidikan terkait hidrogen di Indonesia.

Melihat potensi yang ada, PLN melakukan inovasi dengan memanfaatkan solar PV yang terpasang di kawasan pembangkit PLN ditambah dengan renewable energy certificate (REC) dari beberapa pembangkit EBT di Indonesia. Dengan cara tersebut, maka pihaknya dapat memproduksi 100% hidrogen hijau.

“Dengan inovasi tersebut, selain untuk pendingin generator pembangkit, green hydrogen kini bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain untuk industri pupuk, industri bahan kimia, cofiring pembangkit, hingga untuk fuel cell electric.

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Konversi dan Konservasi Energi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Eniya Listiani Dewi menuturkanm HRS milik PLN itu bakal dijadikan uji coba awal penggunaan hidrogen sebagai bahan bakar pengganti bensin untuk kendaraan. Rencananya, HRS milik perusahaan setrum negara itu bakal diujicoba selama 3 tahun. 

“Rencana untuk komersialisasinya itu 2027, jadi uji cobanya 3 tahun, sekaligus kita ingin melihat bagaimana kelancaran mentransportasi hidrogen dari Muara Karang ke sini,” kata Eniya selepas peresmian HRS PLN di Senayan.

Eniya, yang juga pengasuh PLN Hydrogen Center, menambahkan uji coba HRS itu bakal diarahkan untuk bus pada Agustus tahun ini. Selang sebulan, hidrogen bakal diujicobakan untuk kendaraan mobil penumpang.

Di sisi lain, Kementerian Perindustrian memproyeksikan terdapat sekitar 3.000 unit kendaraan hidrogen mengaspal pada 2030 mendatang. Sementara, Dewan Energi Nasional (DEN) memperkirakan terdapat 245.000 truk bertenaga hidrogen pada 2035 nanti.

“Arahnya ke sana, 2030 diharapkan harga hidrogennya lumayan rendah, sekarang pun sudah rendah Rp270 per kilometer, tapi capex [mobil]-nya yang mahal,” tuturnya.

Saat ini, pabrikan mobil hidrogen seperti Toyota yang berbasis fuel cell atau sel tunam terbilang mahal dengan kebutuhan investasi mencapai Rp900 juta sampai dengan Rp1 miliar. Dia memperkirakan kebutahan investasi pabrikan mobil hidrogen itu bisa turun separuh pada 2030 mendatang.

“Menurut saya 2030 itu waktu yang singkat,” ujarnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper