Bisnis.com, JAKARTA - Rolls Royce mengumumkan pada Selasa (17/10/2023), bahwa pihaknya akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 2.500 karyawannya.
Melansir Reuters, Rabu (18/10/2023), alasan Rolls Royce melakukan PHK massal karena perusahaan ingin berupaya membangun bisnis yang lebih efisien.
Selama 10 tahun terakhir, Rolls Royce, yang mesin dan sistemnya digunakan pada Airbus A350 dan Boeing 787 serta kapal laut, kapal selam, dan pembangkit listrik, telah melalui beberapa restrukturisasi, sehingga mengurangi lebih dari 13.000 pekerjaan.
Tufan Erginbilgic, CEO Rolls Royce yang baru menjabat pada Januari 2023 lalu mencoba mengatasi inefisiensi perusahaan. Rolls telah lama tertinggal dari General Electric (GE.N), pesaing utamanya di sektor pesawat berbadan lebar.
Atas berbagai pertimbangan, perusahaan akhirnya mengumumkan pada Selasa (17/10/2023) bahwa perusahaan akan melepaskan hingga 2.500 karyawan dari total 42.000 stafnya.
“Ini merupakan langkah lain dalam perjalanan transformasi multi-tahun kami untuk membangun Rolls-Royce yang berkinerja tinggi, kompetitif, tangguh, dan berkembang,” ujar Erginbilgic.
Baca Juga
Kebangkitan sektor penerbangan, ditambah strategi Erginbilgic telah membuat saham Rolls Royce melonjak lebih dari 130% tahun ini.
Saham tersebut diperdagangkan naik 2% menjadi 217,70 pence pada transaksi awal pada hari Selasa, setelah pulih dari posisi terendah akibat pandemi sekitar 40 pence pada 2020. Namun masih jauh di bawah level tertinggi pada 2019 sebesar 340 pence.
“Investor menyambut baik rencana pemotongan biayanya,” kata kepala investasi investor interaktif Victoria Scholar, seraya menambahkan bahwa keuntungan tahun ini telah membantu membalikkan kinerja buruk jangka panjang Rolls-Royce.
Namun, seorang eksekutif industri yang menolak disebutkan namanya menyatakan bahwa Rolls akan memangkas pekerjanya pada saat meningkatnya permintaan akan pesawat baru yang lebih hemat bahan bakar.
“Ini adalah hal yang berani untuk dilakukan ketika semua pembuat mesin meningkatkan produksinya,” kata eksekutif tersebut.
Sebagai bagian dari rencana perampingan baru, Rolls-Royce mengatakan akan menggabungkan grup teknologi teknik dan keselamatannya, dan sebagai hasilnya, chief technology officer (CTO) Grazia Vittadini, yang sebelumnya merupakan CTO di Airbus, akan hengkang pada April 2024.
Erginbilgic akan memberikan perincian lebih lanjut kepada investor mengenai strateginya di perusahaan, termasuk target keuangan, pada hari pasar modal yang dijadwalkan berlangsung pada 28 November 2023.
Sebagai informasi, Rolls-Royce mempekerjakan 21.000 orang di Inggris, 11.000 di Jerman, dan 5.500 di Amerika Serikat. Namun, perusahaan tersebut tidak memberikan penjelasan detail di mana pengurangan karyawan akan dilakukan.