Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News Bisnisindonesia.id: Dari Golden Visa hingga Batal Impor Beras

Pemerintah memberikan golden visa untuk menarik WNA berinvestasi di Indonesia. Sementara, Indonesia secara resmi mundur dari rencana pengimpor beras konsumsi.
Ilustrasi Golden Visa. Dok Freepik
Ilustrasi Golden Visa. Dok Freepik

Bisnis, JAKARTA - Pemerintah memberikan golden visa untuk menarik warga negara asing (WNA) untuk berinvestasi di Indonesia. Di sisi lain, Indonesia secara resmi mundur dari rencana pengimpor beras konsumsi dari India dan Kamboja. 

Pemerintah memberikan golden visa untuk menarik warga negara asing (WNA) untuk berinvestasi di Indonesia. Adapun terdapat aturan batas investasi yang harus dilakukan warga negara asing untuk bisa mendapatkan Golden Visa. Besaran investasi itu akan menentukan jangka waktu izin tinggal, serta kemudahan yang didapatkan oleh si investor berkualitas tersebut.

Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Silmy Karim menuturkan golden visa akan diberikan kepada WNA yang bermanfaat kepada perkembangan ekonomi Indonesia. Salah satunya adalah investor asing yang berencana menjadi menanamkan modal, baik korporasi maupun perorangan.

“Golden visa merupakan visa yang diberikan sebagai dasar pemberian izin tinggal dalam jangka waktu 5 sampai 10 tahun dalam rangka mendukung perekonomian nasional,” ujarnya dikutip Selasa (5/9/2023). 

Ketentuan mengenai golden visa diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 22 tahun 2023 mengenai Visa dan Izin Tinggal, serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82 tahun 2023 yang diundangkan pada 30 Agustus 2023. Penerbitan visa spesial ini ditujukan untuk menarik orang asing tajir ke Indonesia, sehingga bisa bermanfaat bagi perkembangan ekonomi dalam negeri. 

WNA yang ingin mendapatkan golden visa dan izin tinggal selama 5 tahun harus menjadi mendirikan perusahaan di Indonesia dengan nilai investasi sebesar US$2,5 jutaatau sekitar Rp38 miliar. Sementara itu, WNA yang ingin mendapatkan golden visa dan izin tinggal selama 10 tahun di Indonesia, harus melakukan investasi sebesar US$5 juta atau sekitar Rp76 miliar.

Di sisi lain, alur negosiasi pemerintah dengan India beberapa waktu lalu demi mendapat tambahan pasokan impor beras tak berbuah hasil. Pemrintah kini berfokus memastikan keamanan domestik dengan mencari pemasok lain.

Sejak pertengahan tahun, India memang telah menyatakan larangan ekspor beras nonbasmati. Langkah tersebut diambil untuk memastikan keamanan pangan itu di Negeri Bollywood.

Naiknya suhu permukaan akibat El Nino pada semester II/2023 tahun ini ikut berdampak pada pelbagai sektor. Terutama pertanian. Kekeringan akibat fenomena cuaca ini berpotensi menurunkan produktivitas pertanian di India. 

Demi menjaga pasokan domestiknya. Perdana Menteri Narendra Modi memutuskan untuk melarang ekspor beras kepada negara mitra.

Dua berita tersebut merupakan salah satu dari berita pilihan Bisnisindonesia.id yang disajikan secara analitik dan mendalam. Berikut sejumlah berita pilihan dari meja redaksi.

1. Mengintip Aturan & Tarif Pengajuan Golden Visa Investor Asing

Investor asing perorangan yang tidak mendirikan perusahaan di Indonesia juga bisa mendapatkan fasilitas golden visa. Jika ingin mendapatkan izin tinggal selama 5 tahun, lanjutnya, orang tersebut tidak harus mendirikan perusahaan, tetapi hanya perlu menempatkan dana senilai US$350.000 atau Rp5,3 miliar yang bisa digunakan untuk membeli obligasi pemerintah, saham di perusahaan terbuka, dan deposito. 

Adapun, bagi WNA yang ingin jadi investor asing perorangan dan mendapatkan golden visa serta izin tinggal selama 10 tahun, hanya perlu melakukan hal yang sama dengan nilai investasi sebesar US$700.000 atau sekitar Rp10,6 miliar.

“Karena kita sasar pelintas yang berkualitas, maka syaratnya lebih berbobot. Semakin lama tinggal di Indonesia, semakin tinggi nilai jaminannya, terutama untuk kegiatan penanaman modal yang bisa sampai sekitar Rp760 miliar,” kata Silmy. 

Golden visa juga dapat diberikan untuk korporasi yakni kepada jajaran direksi dan komisaris perusahaan untuk masa tinggal 5 tahun, sedangkan untuk nilai investasi US$50 juta maka para direksi dan komisaris akan mendapatkan golden visa yang berlaku 10 tahun.

“Syarat minimum investasi untuk investor korporasi diatur secara berbeda. Pemerintah mewajibkan korporasi untuk berinvestasi paling sedikit US$25 juta atau Rp380 miliar. Karena kita sasar pelintas yang berkualitas, maka syaratnya lebih berbobot. Semakin lama tinggal di Indonesia, semakin tinggi nilai jaminannya,” ucapnya. 

WNA yang memiliki golden visa nantinya dapat menikmati sejumlah manfaat eksklusif dari jenis visa ini yakni jangka waktu tinggal lebih lama, kemudahan keluar dan masuk Indonesia, serta efisiensi karena tidak perlu lagi mengurus Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) ke kantor imigrasi.

2. Ceruk Peluang untuk Asean di Antara Rivalitas Global

Asean yang pada tahun ini membawa visi menjadi episentrum pertumbuhan tidak boleh hanya menjadi jargon. Di tengah perpecahan dunia, Asean memperkuat kerja sama dengan tidak mengikuti satu arus semata demi berhasil menjadi magnet perekonomian.

Semangat itu diungkapkan oleh Presiden Joko Widodo dalam pidato pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-43 Asean Plenary Session di Jakarta Convention Center (JCC), Selasa (5/9/2023).  

“Para pemimpin Asean yang saya hormati semua dari kita menyadari besarnya tantangan dunia saat ini di mana kunci utama untuk menghadapinya adalah kesatuan dan sentralitas Asean,” kata Jokowi.

Sayangnya, ketegangan geopolitik antaran kekuatan besar Amerika Serikat-China, belum berakhirnya perang Rusia-Ukraina, hingga perseteruan Laut China Selatan telah menciptakan kekhawatiran akan perpecahan di tubuh Asean. Apalagi, Asean belum berhasil mencari titik terang bagi konflik Myanmar hingga saat ini.

Namun, Indonesia sebagai Ketua Asean sekaligus tuan rumah pada KTT tahun ini menegaskan bahwa Asean tidak boleh dijadikan sebagai arena rivalitas yang saling menghancurkan di tengah kondisi dunia yang banyak diwarnai ketidakadilan dan konflik.

Jokowi mengatakan Asean sudah sepakat untuk tidak menjadi proxy bagi kekuatan manapun dan bekerja sama dengan siapapun, untuk perdamaian dan kemakmuran.

“Walaupun harus berlayar di tengah badai, kita sebagai pemimpin Asean, harus memastikan bahwa kapal ini mampu terus melaju, mampu terus berlayar dan kita harus jadi nahkoda di kapal kita sendiri untuk mewujudkan perdamaian, stabilitas, kemakmuran bersama,” tuturnya.

3. Kode Keras Soal Pertamina Bakal Tambah Partner di Blok Masela

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengingatkan PT Pertamina (Persero) soal rencana menambah partner dalam pengerjaan rencana pengembangan lapangan proyek gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) Abadi Blok Masela.

Sejauh ini, SKK Migas menilai positif rencana Pertamina untuk menggandeng partner baru dalam pengerjaan rencana pengembangan lapangan (plan of development/PoD) proyek LNG Abadi Blok Masela di Laut Arafuru, Maluku tersebut. 

Penambahan kontraktor baru, kata Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, nantinya dapat membantu mempercepat target operasi komersial (on stream) blok Masela dengan total cadangan gas sebesar 18,54 triliun standar kaki kubik (TCF) itu pada 2029.

Target on stream tersebut 3 tahun lebih cepat dari revisi PoD yang sempat diajukan Inpex Masela Ltd. dan mitra sebelumnya, yakni Shell Upstream Overseas Services (I) Limited (SUOS). “Memang uangnya cukup besar, ngajak-ngajak yang lain ya silakan saja tapi tidak boleh itu menjadi proses yang menghambat proyek. Kita sudah sepakat semua 2029 harus on stream,” kata Tjip, sapaan karibnya saat ditemui di Gedung Parlemen, Jakarta, belum lama ini.

Hanya saja, Tjip meminta, rencana pengembangan proyek ladang gas Abadi itu tidak terhambat dengan fokus Pertamina untuk mengajak mitra baru di lapangan tersebut. “Pokoknya itu jangan [terhambat], apa pun perubahannya jangan menghambat proyek,” ujarnya.

Kendati demikian, dia mengungkapkan bahwa sejauh ini SKK Migas belum menerima rencana penambahan kontraktor baru dari Pertamina. Proses revisi PoD Blok Masela itu masih dikerjakan oleh Inpex Masela Ltd. bersama dengan Konsorsium Pertamina dan Petronas. 

4. Dana Jumbo Transisi Energi Asean

Transisi energi menjadi salah satu pembahasan krusial selama perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asean 2023. Selain sama-sama sepakat pentingnya bertransisi ke energi baru terbarukan (EBT), dana investasi pun nyata dibutuhkan.

Presiden Bank Dunia (World Bank) Ajay Banga menuturkan kebutuhan investasi terhadap energi terbarukan atau renewable energy seluruh dunia mencapai US$1 triliun per tahun. 

Angka setara sekitar Rp15 kuadriliun atau Rp15.270 triliun dengan asumsi Rp15.270 per dolar AS. Nilai tersebut bahkan setara dengan 5 kali lipat jumlah APBN 2023 sebesar Rp3.061 triliun.  

“Dunia membutuhkan US$1 triliun per tahun untuk diinvestasikan hanya pada energi terbarukan,” ujarnya dalam Plenary Session: General Outlook from the Region di rangkaian Asean Indo-Pacific Forum (AIPF), Selasa (5/9/2023). 

Hal yang menjadi tantangan, dana sejumlah US$1 triliun per tahun tersebut tidak tersedia dalam neraca keuangan Bank Dunia, maupun negara lainnya. Dana tersebut juga tidak tersedia oleh para filantropi maupun pemerintah. 

Untuk itu, Banga meminta sektor swasta untuk terlibat dalam penghimpunan dana US$1 triliun per tahun sebagai upaya beralih menuju energi terbarukan.

“Sekarang, Inter-American Development Bank dan Bank Dunia bergabung, maka akan ada dua pihak yang bertanggung jawab. Kami perlu bekerja sama dengan Asian Development Bank, African Development Bank, dan yang paling penting dengan sektor swasta juga, untuk membawa uang ini masuk,” lanjutnya.

5. Tugas Lanjutan Usai RI Batal Impor Beras India-Kamboja

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menyampaikan bahwa rencana impor beras tambahan dari India dipastikan batal. El Nino jadi momok bagi India hingga menahan ekspor beras mereka.

"Oh Tidak [impor], India lagi melarang ekspor berasnya," ujar Zulhas saat ditemui usai rapat kerja dengan Komisi VI DPR-RI, Senin (4/9/2023).

India dinilai masih punya kelebihan 3 juta ton beras yang berpotensi diekspor. Meski begitu, pemerintah agaknya tak lagi berharap mendapat tambahan pasokan dari India.

Di samping itu, negara disebut bakal menghadapi pemilihan umum (Pemilu) seperti halnya dengan Indonesia. Alhasil pemerintah saat ini berniat mengamankan pasokan demi menjaga stabilitas negara.

Upaya itu juga menjadi imbas dari tingginya inflasi sehingga menuntut eksekutif mengantisipasi ketersediaan pangan. "Saya baru pulang dari India. Ada 3 juta [ton beras] itu bisa diekspor, tapi tetap dilarang," kata Zulhas.

Sejatinya, beras dari India sempat menjadi harapan pemerintah setelah kedua negara menandatangani nota kesepahaman untuk pasokan beras. Kerja sama G to G itu menyepakati transaksi 1 juta ton beras yang bakal datang saat stok beras berkurang.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper