Bisnis.com, JAKARTA - Belum lama ini Indonesia mendapat permintaan dari IMF untuk menghapus kebijakan hilirisasi nikel dan tidak memperluas ke komoditas lain. Disebutkan bahwa kebijakan hilirisasi akan merugikan Indonesia dan negara lain. Faktanya, program hilirisasi yang dicanangkan pemerintah terus mendapat momentum baik.
Di antara dampak positif yang terjadi adalah meningkatnya investasi untuk pengembangan proses produksi dari hulu hingga hilir. Hilirisasi nikel juga salah satu bentuk Indonesia menangkap peluang di tengah euforia kendaraan listrik.
Namun, komoditas lain yang juga sangat penting untuk hilirisasi adalah emas. Secara khusus, ada aspek lain yang menjadi komponen penting program hilirisasi emas, yaitu keterlibatan lembaga keuangan dalam memberikan layanan bulion yang diakomodir oleh UU No.4/2022 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Layanan bulion bukanlah hal baru di dunia, namun di Indonesia baru dimungkinkan dengan UU P2SK.
Dengan latar belakang tersebut, patut dieksplor penerapan layanan perbankan berbasis emas di Indonesia sebagai salah satu produsen utama emas dunia. Sementara India, importir 89% emas untuk konsumsi domestiknya, lebih dulu memiliki ekosistem bank bulion.
Berdasarkan US Geological Survey, Indonesia mempunyai 2.600 ton cadangan emas, peringkat ke-5 dunia setelah Australia (8.400 ton), Rusia (6.800 ton), Afrika Selatan (5.000 ton), dan AS (3.000 ton).
Di sisi lain, produksi emas Indonesia masih pada tahap tambang yang hampir sepenuhnya diekspor. Sementara pada tahap produksi akhir, Indonesia kembali menjadi produsen dan eksportir yang cukup besar.
Baca Juga
Di sektor hulu, produksi tambang emas Indonesia mencapai 125 ton pada 2022, jauh lebih rendah dari produksi Tiongkok (375 ton) dan Kanada (195 ton), yang notabene cadangan emasnya lebih rendah.
Pada tahap processing antara dore dan hasil akhir, kapasitas produksi Indonesia masih minim. Padahal, tahapan antara ini cukup krusial dan bernilai tambah tinggi.
Dengan cadangan yang besar namun kapasitas produksi atau processing masih terbatas, tidak heran jika Indonesia belum mempunyai bargaining power. Ini juga yang menyebabkan proses pembangunan smelter para penambang terkesan lamban.
Dengan kondisi tersebut, total ekspor emas Indonesia 2022 dalam bentuk bongkahan maupun batangan mencapai 18 ton (1 miliar USD) pada 2022, jauh lebih rendah dari impornya sebesar 87 ton (3,5 miliar USD).
Kenapa Perlu Bullion Banking Services?
Lemahnya tata produksi bahan tambang emas menyebabkan Indonesia masih bergantung pada impor bahan baku produk akhir emas. Larangan ekspor bijih emas serta dorongan hilirisasi merupakan kebijakan yang tepat, terbukti dengan berjalannya hilirisasi nikel.
Pemaksaan kepada penambang untuk membangun smelter merupakan game changer yang akan merubah peta pasokan emas nasional. Peningkatan kapasitas produksi dalam negeri akan mempersempit gap supply-demand emas dunia.
Pengembangan ekosistem emas dari berbagai sisi rantai pasok juga akan meningkatkan nilai tambah ekonomi. BSI Institute mengestimasi nilai tambah yang akan diperoleh sekitar 2,1 kali lipat atau sebesar Rp39 triliun, melalui penghematan devisa dari impor, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan eskpor, yang pada akhirnya berdampak pada penambahan PDB.
Selain supply, bullion services juga akan memperluas demand. Meningkatnya minat masyarakat terhadap emas untuk investasi sudah direspons oleh peritel emas dengan inovasi berupa penyediaan produk dalam gramasi rendah.
BULLION SERVICES
Ada 3 hal yang perlu disiapkan dalam pengembangan layanan bulion. Pertama, penyempurnaan berbagai regulasi sebagai penjabaran UU P2SK. Kedua, mempersiapkan infrastruktur pendukung seperti lembaga supervisi, lembaga pelaksana, dan lembaga oversight. Ketiga, persiapan di level institusi penyelenggara bullion services.
Pemerintah perlu mempersiapkan aturan komprehensif agar implementasi bullion services tidak berdampak negatif ke perekonomian. Inflasi yang dipicu oleh transaksi bulion di Vietnam perlu juga menjadi pelajaran penting.
Di sisi lain, lembaga keuangan perlu mempersiapkan aspek permodalan, perangkat sistem teknologi yang memadai, kesiapan SDM, tata kelola, produk yang sesuai, serta aspek manajemen risiko yang robust.
Pengembangan layanan bulion perlu segera dilakukan paralel dengan dorongan hilirisasi. Dalam prosesnya, penyempurnaan regulasi, penyediaan infrastruktur, dan persiapan di level penyelenggara, dibutuhkan untuk membentuk layanan bulion yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Selain itu, optimalisasi pengembangan smelter dan pemurnian bersertifikasi, pemberian insentif, serta peningkatan standardisasi produksi emas, perlu terus digencarkan untuk meningkatkan daya saing. Tingginya kebocoran dari proses di rantai nilai emas khususnya ketergantungan pada fasilitas pemurniandi luar negeri, merupakan isu yang harus ditangani.
Ultimate goal dari implementasi layanan bulion adalah peningkatan nilai tambah bagi perekonomian, mendukung program hilirisasi, serta memperkaya produk lembaga keuangan yang berdampak pada pendalaman pasar keuangan. Pencapaian tujuan ini sangat tergantung dari langkah yang diambil hari ini, khususnya oleh semua pihak terkait.