Bisnis.com, JAKARTA - Sebentar lagi memperingati hari Kartini. Sehari sebelum Hari Kartini adalah Hari Konsumen Nasional (Harkonas). Pertanyaannya adalah apa yang bisa dilakukan kaum perempuan Indonesia yang jumlahnya mencapai 49,42% dari total penduduk Indonesia.
Menurut Laporan proyeksi Penduduk Indonesia 2020—2025, pada 2025 jumlah penduduk perempuan akan melebihi laki-laki jika melihat proyeksi bahwa jumlah penduduk perempuan diperkirakan 135.461.000 (50,07%), sedangkan jumlah penduduk laki-laki 135.077.000 (49,93%), menunjukkan bahwa potensi perempuan luar biasa dalam mendukung perekonomian.
Ironisnya, yang memanfaatkan data ini adalah para pemasar yang sangat berkepentingan untuk meningkatkan penjualan, karena tahu betul peran perempuan dalam pengambilan keputusan pembelian produk. Memang ada sedikit kepedulian dari Kementerian Perdagangan saat Harkonas sering mengingatkan pentingnya upaya meningkatkan keberdayaan konsumen Indonesia, mengajak menjadi konsumen bijak yang sadar akan hak dan kewajibannya, dan cinta produk dalam negeri (lokal).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga melakukan program peningkatan literasi keuangan agar para perempuan memiliki kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan dalam mengelola keuangan. Sayangnya kedua program ini tidak disinergikan dan belum menjadi gerakan masif yang dilakukan secara sistemik dan terus menerus.
Membiarkan perempuan yang secara jumlah dan kekuatan berpotensi besar untuk mendukung perkembangan produk lokal tentu sangat disayangkan. Mengapa upaya ini perlu dilakukan?
Pertama, persaingan global merupakan hal yang tidak dihindarkan. Setiap perusahaan, termasuk perusahaan multinasional, ingin masuk ke pasar yang potensial baik dari sisi jumlah, daya beli, maupun pertumbuhannya.
Baca Juga
Kedua, jumlah UKM di Indonesia yang cukup besar dan berkontribusi signifikan sekitar 61,07% terhadap produk domestik bruto (PDB), serta mampu menyerap 97% dari total tenaga kerja tentu akan mengalami penurunan penjualan bahkan akan tutup karena kalah bersaing.
Ketiga, literasi keuangan yang masih belum memadai. Data OJK pada 2022 menunjukkan tingkat literasi keuangan perempuan telah mencapai 50,33%. Keempat, persepsi bahwa produk luar negeri lebih berkualitas akibat etnosentrisme yang rendah akan berdampak pada preferensi dalam pembelian. Perempuan ataupun masyarakat akan memilih produk dari luar negeri.
Bagaimana solusinya? Mengandalkan program dari pemerintah tentu relatif sulit, karena sumber daya keuangan yang terbatas. Namun, pemerintah memiliki kekuatan untuk memengaruhi bahkan memaksa melalui kebijakan agar pemangku kepentingan yang terkait peduli terhadap upaya-upaya untuk meningkatkan literasi keuangan, kecintaan pada produk Indonesia, dan bagaimana menjadi pembelanja bijak. Program OJK dan Kementerian Perdagangan perlu disinergikan.
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) perlu menjalin kemitraan dengan perguruan tinggi, sekolah dan organisasi kemasyarakatan mendorong perkembangan jumlah dan menguatnya peran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) serta mengampanyekan bagaimana menjadi pembelanja bijak, tidak hanya sekadar tentang perlindungan konsumen.
Prioritas utama program edukasi dan kampanye adalah pada perempuan yang punya pengaruh di masyarakat. Jika ini yang dipilih maka mereka akan menjadi influencer kepada kaum perempuan lainnya. Tokoh-tokoh formal (khususnya pejabat), opinion leader di masyarakat, dan influencer media sosial perempuan dapat dimanfaatkan untuk menjadi endorser di media sosial.
Pada masyarakat yang kolektivistik dan jarak kuasa tinggi, ada kecenderungan apa yang dilakukan pemimpin cenderung akan diikuti oleh masyarakat. Ketika pemimpin dan keluarganya pamer atau flexing barang mewah dan bermerek, mereka juga akan mencontohnya. Mereka ingin mengikuti apa yang telah dilakukan oleh kaum perempuan panutannya yang telah memberikan contoh flexing supaya bisa mendapatkan penerimaan dari yang lain. Oleh karena itu, jika para pemimpin perempuan memberikan contoh untuk menggunakan produk lokal, efeknya akan kuat dalam memengaruhi kaum perempuan lainnya dalam mengambil keputusan pembelian. Ini tentu akan menjadi kekuatan yang bisa meningkatkan penjualan produk lokal.
Aspek penting yang juga berperan penting untuk menggerakkan kaum perempuan lebih mencintai produk dalam negeri dan bijak dalam berbelanja adalah keterlibatan organisasi perempuan seperti Dharma Wanita, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan komunitas Perempuan. Dharma Wanita punya pengaruh kuat karena anggotanya terdiri dari istri pegawai negeri sipil, yang hingga saat ini pegawai negeri sipil dipandang terpandang di masyarakat.
Di daerah pedesaan dan sebagian perkotaan, PKK dapat dijadikan media yang tepat untuk melakukan edukasi tentang bagaimana belanja yang bijak yang tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan dan keinginan pribadi semata, tetapi juga berkontribusi untuk banyak orang dan negara.
Jika pemerintah dan elemen-elemen masyarakat bergerak bersama untuk mendorong kaum perempuan yang berperan penting dalam pengambilan keputusan untuk membeli produk lokal, citra produk lokal akan makin positif sehingga UKM akan berkembang dan akhirnya produk-produk lokal akan menjadi tuan rumah dan dicintai pasar. Hal itu sesuai dengan apa yang pernah disampaikan Michael J. Silverstein dan Kate Sayre di Harvard Business Review September 2009, “women drive the world economy” menjadi kenyataan.