Bisnis.com, JAKARTA – Pascakebakaran pipa di Terminal Bahan Bakar Minyak Plumpang, Jakarta Utara beberapa waktu lalu, PT Pertamina berjanji akan melaksanakan audit internal aset-aset vital perseroan, termasuk yang masuk dalam objek vital nasional (Obvitnas) untuk mengevaluasi keberadaan dan keamanan aset tersebut sekaligus sebagai bagian dari mitigasi bencana.
Tidak dapat dipungkiri, terdapat fenomena menjamurnya permukiman masyarakat di sekitar area objek vital milik Pertamina seperti di antaranya kilang minyak Balongan, Indramayu, Jawa Barat; TBBM Cikampek di Karawang, Jawa Barat; TBBM Tanjung Gerem, Banten dan TBBM Ujung Berung, Bandung, Jawa Barat.
Koordinator Pusat Studi Perkotaan Nirwono Joga mendukung langkah pemerintah termasuk Pertamina untuk menggelar audit di berbagai objek vital hilir migasnya. Objek vital hilir migas termasuk Obvitnas yang memiliki tingkat bahaya tinggi sehingga perlu dilindungi oleh aparat penegak hukum sebagai bukti komitmen menjaga keselamatan warganya.
“Setiap Obvitnas terutama yang terkait dengan migas, saat perencanaan dan penataan posisinya tentu sudah dipikirkan matang, termasuk soal pertahanan dan keamanannya. Sebab, apabila lumpuh, akan berpengaruh terhadap stabilitas negara. Soal insiden kemarin, ini terkait lemahnya pengelolaan tata di tingkat Pemda,” jelasnya
Pasalnya, Pemda merupakan pihak utama yang memiliki perangkat dalam pengendalian dan penertiban pemanfaatan ruang. Setiap kali kasus okupansi lahan aset objek vital, kata Nirwono, seringkali dilakukan pembiaran hingga belasan bahkan puluhan tahun. Buruknya lagi, seringkali difasilitasi dengan pengurusan administrasi.
Rencana tata ruang wilayah di setiap daerah yang berkaitan lahan objek vital nasional harusnya tidak bisa diganggu-gugat. Apabila sudah terlanjur dipadati penduduk, maka pemerintah dan pemilik aset harus berkolaborasi untuk menghadirkan solusi, semisal melalui pembangunan kawasan relokasi yang lebih layak huni, seperti rumah susun untuk di kota-kota besar.
Ketua Majelis Kode Etik Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia Bernardus Djonoputro melihat
Indonesia punya gap yang sangat besar antara perencanaan dengan pemanfaatan tata ruang. Padahal, saat ini instrumen hukum dan kebijakan untuk pengendalian, pengawasan, perlindungan bahkan sampai antisipasi konflik, semuanya sudah lengkap.
Seperti disebut Bernardus, ada beberapa regulasi yang menaungi Obvitnas, terutama hilir migas seperti Keputusan Presiden No. 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Obvitnas, Peraturan Kepolisian No 7 Tahun 2019 tentang Pemberian Bantuan Pengamanan pada Obvitnas dan Objek Tertentu, Peraturan Menteri ESDM No 48 Tahun 2018 tentang Penetapan Obvitnas Bidang ESDM dan Keputusan Menteri ESDM No 270 2022 serta rencana dimasukan dalam Revisi UU Migas.
"Adapun, terkhusus diskursus perencanaan tata ruang yang melibatkan objek vital nasional, jangan sampai mendikotomi mana yang salah dan mana yang lebih penting. Namun, semua harus dikembalikan lagi kepada kesesuaian, karakter, dan carrying capacity kawasan terkait. Jangan sampai setiap revisi rencana detail tata ruang (RDTR) hanya mengesahkan kegiatan yang sudah ada di atas kawasan itu,” jelasnya.
Ia meminta pemerintah dan pemilik aset harus mengikuti aturan sesuai regulasi, yakni membentuk Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang atau KKPR di suatu kawasan tertentu. Sehingga ini akan meningkatkan kecermatan Pemda yang bertanggung jawab atas Obvitnas sekaligus tanggung jawab Kementerian ATR/BPN.
Sementara itu, analis Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) Putra Adhiguna mengatakan BUMN atau pemilik aset Obvitnas hilir migas harus mengumumkan aset-asetnya yang memiliki risiko tinggi. Hal ini untuk memastikan adanya mitigasi bencana, karena harus diakui banyak fasilitas hilir migas yang usianya cukup tua dan perawatannya kurang maksimal.
“Dari hasil audit aset kita akan ketahui bagaimana kondisi objek vital tersebut, baik secara fasilitasnya, kondisi lingkungannya, apakah memiliki buffer zone atau tidak. Dari situ, kita bisa merumuskan langkah selanjutnya. Untuk peraturan, saya pikir ini tugas bersama semua pemangku kebijakan bagaimana penegakan peraturan penataan aset Obvitnas harus dijalankan dengan baik,” jelas Putra.