Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Era Suku Bunga Mahal, Ekonomi Diproyeksi Melambat ke 4,8 Persen pada 2023

Kenaikan suku bunga acuan yang diperkirakan meningkat akan berdampak pada perlambatan laju pertumbuhan ekonomi.
Tangkapan layar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat memaparkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG BI), Kamis (22/8/2022)/Youtube Bank Indonesia.rn
Tangkapan layar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat memaparkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG BI), Kamis (22/8/2022)/Youtube Bank Indonesia.rn

Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin menjadi 4,25 persen pada Rapat Dewan Gubernur September 2022.

Secara total, BI telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin sejak Agustus 2022.

Gubernur Bank Indonesia menyampaikan bahwa keputusan kembali dinaikkannya suku bunga sebesar 50 basis poin sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan tingginya ekspektasi inflasi, sebagai imbas dari kenaikan harga BBM.

Perry memperkirakan tingkat inflasi akan melebihi level 6 persen pada tahun ini. Selain itu, inflasi khususnya pada komponen inti juga diperkirakan meningkat tinggi hingga semester pertama pada 2023.

“Karena dampak dari kebijakan moneter, khususnya suku bunga terhadap inflasi itu perlu waktu, kurang lebih 4 kuartal, oleh karena itu perlu kita lakukan sejak sekarang agar ekspektasi inflasi yang sudah meningkat segera turun, agar dampak second round-nya tidak terlalu tinggi,” katanya pekan lalu.

Di samping mengatasi tingginya inflasi, kenaikan suku bunga acuan yang lebih tinggi pada September 2022 juga untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar di tengah masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.

Perry mengatakan, dampak dari kenaikan suku bunga acuan tidak akan signifikan pada tahun ini. Pertumbuhan ekonomi hingga akhir 2022 diperkirakan tetap tinggi dan bias ke atas pada kisaran 4,5 hingga 5,3 persen.

Pada kuartal III tahun ini pun, Perry memperkirakan perekonomian akan melanjutkan tren pertumbuhan yang kuat, yang mencapai 5,5 persen.

“Pertumbuhan ekonomi di kuartal ini sangat kuat, konsumsi swasta sangat kuat dan bisa tumbuh sekitar 6 persen, lebih tinggi dari kuartal sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi di kuartal III ini bisa 5,5 persen dan itu didorong oleh kekuatan permintaan domestik yang cukup kuat,” jelasnya.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyampaikan bahwa kenaikan suku bunga acuan yang diperkirakan akan meningkat lebih tinggi lagi ke depan berpotensi mempengaruhi kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi.

Hal ini akan berdampak pada perlambatan laju pertumbuhan ekonomi. Tetapi, dampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi cenderung lebih terbatas untuk tahun ini.

“Dampaknya pada pertumbuhan ekonomi tahun 2022 cenderung terbatas karena mengingat transmisi suku bunga memerlukan waktu penyesuaian setidaknya 2 hingga 3 kuartal,” katanya kepada Bisnis, pekan lalu.

Josua mengatakan dampak dari kenaikan suku bunga acuan terhadap laju pertumbuhan ekonomi baru akan terlihat pada tahun depan. Pasalnya, kenaikan suku bunga acuan akan berdampak pada sektor riil dan pasar keuangan.

Perubahan suku bunga acuan BI akan direspon oleh suku bunga pasar uang  antarbank, yang selanjutnya akan berpengaruh pada kenaikan suku bunga perbankan, termasuk suku bunga kredit perbankan. 

Hal ini berimplikasi pada kenaikan suku bunga kredit modal kerja yang cenderung akan lebih cepat dan/atau lebih besar dari kenaikan suku bunga kredit investasi dan suku bunga kredit konsumsi.   

“Kenaikan suku bunga kredit berpotensi mendorong kenaikan cost of borrowing pelaku usaha/sektor riil yang akan menahan upaya untuk memperkuat momentum pertumbuhan,” jelasnya.

Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi tahun 2022 dia perkirakan masih cukup solid di level 5 persen, sementara pertumbuhan ekonomi pada 2023 diperkirakan melambat di bawah level 5 persen.

Dukungan Fiskal

Pada kesempatan berbeda, Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun depan berpotensi melambat ke kisaran 4,6 persen hingga 4,8 persen.

Selain karena suku bunga yang berdampak pada pertumbuhan kredit, pelaku industri juga mengalami kenaikan cost of financing sehingga laju ekspansi terganggu. 

“Di sisi yang lain, pelaku usaha sendiri harus membayar bunga lebih mahal baik melalui fasilitas kredit perbankan dan penerbitan surat utang,” kata Bhima.

Dia menambahkan, konsumsi rumah tangga sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi juga berpotensi melambat, khususnya kelas menengah perkotaan. Padahal, masyarakat menengah berkontribusi 37 persen terhadap total konsumsi rumah tangga. 

Oleh karena itu, Bhima menilai, peran insentif dari sisi fiskal masih sangat dibutuhkan untuk mendorong mendukung pertumbuhan dunia usaha dan daya beli masyarakat. Salah satu insentif yang dapat diberikan misalnya penurunan tarif pajak pertambahan nilai (PPN).

“Dunia usaha masih memerlukan stimulus tentu dengan output yang terukur, contohnya lewat penurunan tarif PPN dari 11 persen menjadi 8 persen akan berdampak ke konsumen, karena PPN ditanggung oleh konsumen sehingga harga barang bisa lebih terjangkau,” kata dia.

Selain itu, PPN yang lebih rendah juga menstimulus pelaku usaha agar bisa mempertahankan omzet. Insentif seperti keringanan tarif PPh, dan bea masuk beberapa jenis produk menurutnya juga perlu dievaluasi kaitannya dengan dampak tenaga kerja yang dihasilkan. 

“Sah-sah saja apabila pemerintah mau menyasar sektor padat karya, misalnya dengan bauran insentif pajak. Jika ada perusahaan yang pernah mendapat insentif selama pandemi tapi laporan pajaknya kurang baik, atau output ke serapan tenaga kerja tidak signifikan mungkin bisa dialihkan ke perusahaan atau sektor lain yang lebih membutuhkan,” tutur Bhima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper