Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menunggu Keputusan Terakhir Jokowi Soal Kenaikan Harga BBM

Pemerintah tengah menyusun skema penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) untuk mengurangi beban subsidi dari APBN.
Petugas SPBU di Kota Palembang mengisi BBM kendaraan/istimewa
Petugas SPBU di Kota Palembang mengisi BBM kendaraan/istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah tengah menyusun skema penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) untuk mengurangi beban subsidi dari APBN. Bola panas mengenai harga BBM pada akhirnya berada di tangan Presiden Joko Widodo.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya sempat menyebut bahwa Kepala Negara akan mengumumkan kenaikan BBM pada pekan depan.

Teranyar, Luhut mengatakan saat ini pemerintah tengah menghitung beberapa skenario penyesuaian subsidi dan kompensasi energi dengan memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat. Kendati demikian, dia menegaskan keputusan akhir akan berada di tangan Presiden Jokowi.

"Yang perlu diingat, keputusan akhir tetap di tangan Presiden. Namun langkah awal yang perlu dilakukan adalah memastikan pasokan Pertamina untuk Pertalite dan Solar tetap lancar distribusinya," jelasnya dalam keterangan resmi hari ini, Minggu (21/8/2022).

Salah satu skenario yang dibahas, kata Luhut, adalah pembatasan volume BBM yang disubsidi pemerintah. Saat ini, nilai subsidi BBM yang telah dikucurkan dari APBN telah mencapai sekitar Rp502 triliun. Luhut memprediksi subsidi bisa bengkak menjadi Rp550 triliun pada akhir tahun apabila tidak ada penyesuaian harga.

"Pemerintah masih menghitung beberapa skenario penyesuaian subsidi dan kompensasi energi dengan memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat. Tapi untuk diketahui, Harga BBM di Indonesia relatif lebih murah dibanding mayoritas negara di dunia," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah menegaskan lembagannya tidak bakal menyetujui usulan pemerintah menambah kuota BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar masing-masing sebesar 5,45 juta kiloliter dan 2,28 juta kiloliter pada akhir tahun ini.

Konsekuensinya, pemerintah mesti segera membatasi pembelian BBM bersubsidi sembari menyesuaikan kembali harga jual di tingkat konsumen.

"Tidak akan ada penambahan subsidi. Pilihan yang bisa ditempuh pemerintah adalah menaikkan harga energi yang disubsidi dengan mempertimbangkan dampak inflasi dan daya beli rumah tangga miskin," kata Said saat dihubungi, Senin (15/8/2022).

Di sisi lain, Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyampaikan bahwa kondisi masyarakat saat ini belum siap menghadapi kenaikan harga BBM. Apalagi, setelah inflasi bahan pangan (volatile food) secara tahunan hampir menyentuh 11 persen (year-on-year/yoy) pada Juli 2022.

Menurutnya, masyarakat kelas menengah yang sebelumnya mampu membeli Pertamax, berpotensi ramai-ramai bermigrasi ke Pertalite. Jika harga Pertalite juga ikut naik, maka kelas menengah akan mengorbankan belanja lainnya sehingga dapat berimbas kepada hal-hal lain seperti serapan tenaga kerja.

"Yang tadinya bisa belanja baju, mau beli rumah lewat KPR, hingga sisihkan uang untuk memulai usaha baru, akhirnya tergerus untuk beli bensin. Imbasnya apa? Permintaan industri manufaktur bisa terpukul, serapan tenaga kerja bisa terganggu. Dan target-target pemulihan ekonomi pemerintah bisa buyar," kata Bhima kepada Bisnis, Minggu (21/8/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper