Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News BisnisIndonesia.id: AS Sikapi Inflasi Tinggi hingga Imbas Perang Gas Rusia  

Sejumlah data tentang Amerika Serikat, hingga Gas Rusia menjadi salah satu pilihan editor BisnisIndonesia.id.
Suasana gedung Federal Reserve Marriner S. Eccles di Washington, D.C., AS, Mingg (10/4/2022). Bloomberg/ Tom Brenner
Suasana gedung Federal Reserve Marriner S. Eccles di Washington, D.C., AS, Mingg (10/4/2022). Bloomberg/ Tom Brenner

Bisnis.com, JAKARTA—Dalam tiga hari mendatang, dunia akan menyaksikan sejumlah data tentang Amerika Serikat. Masyarakat internasional akan menyaksikan bagaimana bank sentral AS menyikapi inflasi tinggi yang terjadi di negeri itu. Selain itu, publik akan mengetahui posisi PDB Amerika Serikat.

Bank sentral AS, The Federal Reserve, menggelar rapat dewan gubernur pada 26 dan 27 Juli 2022 waktu setempat. Hasil rapat akan memastikan apakah The Fed jadi menaikkan suku bunga acuan sesuai perkiraan, lebih rendah atau bahkan lebih tinggi lagi. Sementara itu, pengumuman data PDB terbaru AS akan dipublikasikan pada 28 Juli 2022 waktu setempat.

Dua data tersebut menjadi penting di tengah kondisi AS yang dilanda inflasi serta ancaman resesi yang membayangi. Berita terkiat ancaman resesi AS tersebut menjadi salah satu pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, beragam kabar ekonomi dan bisnis juga dikemas secara mendalam dan analitik tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.

Berikut ini intisari BisnisIndonesia.id, Rabu (27/7/2022):

1. Menanti pengumuman Suku Bunga The Fed dan Pertumbuhan PDB AS

Menurut estimasi median dalam survei Bloomberg terhadap para ekonom, produk domestik bruto diperkirakan meningkat 0,5% secara tahunan selama April-Juni. Pada kuartal sebelumnya, ekonomi terbesar di dunia itu terkontraksi 1,6 persen. 

Sementara itu, dalam perkiraannya yang dirilis pada 12 Juli 2022 The Conference Board, yang berbasis di Kanada, memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS akan melambat sepanjang tahun ini. Resesi dangkal akan terjadi pada akhir 2022 dan awal 2023. 

Perkiraan itu didasarkan atas inflasi yang terus-menerus dan meningkatnya sikap agresif Federal Reserve dalam menaikkan suku bunga. 

Pertumbuhan PDB Riil AS pada 2022 diperkirakan mencapai 1,7 persen secara tahunan sedangkan pertumbuhan 2023 diprediksi melambat menjadi 0,5 persen secara tahunan. 

“Meskipun kami tidak percaya bahwa ekonomi AS saat ini berada dalam resesi, kami menurunkan ekspektasi pertumbuhan kami untuk Q2 2022 dari 1,9 persen menjadi 0,8 persen. Penurunan peringkat ini didukung oleh pertumbuhan PDB Q1 2022 sebesar -1,6 persen dan merupakan hasil dari indikator ekonomi yang lebih lemah di bulan Mei dan Juni,” demikian disampaikan dalam situs The Conference Board. 

2. Membongkar Penyebab Harga Rumah di Jabodetabek Makin Meroket

Bukan rahasia umum lagi jika harga properti khususnya rumah tapak selalu naik tiap tahun dan bahkan per tiga bulan, kendati kondisi perekonomian suatu negara tengah kurang stabil. Harga rumah di Jabodetabek dari tahun ke tahun terbukti memang mengalami kenaikan yang signifikan. 

Terbatasnya lahan di Jakarta dan juga harga rumah yang tak lagi ada di bawah Rp1 miliar membuat masyarakat pun mencari rumah di wilayah penyangga Jakarta yakni Bodetabek. Hal ini juga menyebabkan pemerintah pun gencar membangun infrastruktur jalan tol dan tentu juga berdampak melonjaknya harga rumah di Bodetabek. 

Berdasarkan data portal properti Lamudi Indonesia, dalam setahun terakhir yakni dari Juni 2021 hingga Juni 2022, harga rumah di Depok, Bogor, Bekasi, dan Tangerang Selatan mengalami kenaikan, hanya wilayah Tangerang saja yang alami penurunan harga. 

3. Imbas Perang Gas Rusia, Harga Komoditas Energi Makin ‘Ngegas’

Langkah terbaru Rusia untuk memotong pasokan gas alam ke Eropa akan mengintensifkan persaingan global untuk pengiriman bahan bakar melalui laut. Kondisi itu mengancam harga komoditas energi yang lebih tinggi dan kelangkaan dari Asia hingga Amerika Selatan.

Melansir Bloomberg, Selasa (26/7/2022), para pedagang yang mengetahui transaksi mengatakan Korea Selatan dan Jepang mempercepat rencana untuk membeli lebih banyak kargo gas alam cair (LNG) untuk musim dingin karena takut Eropa juga akan menimbun pasokan. Bahkan beberapa pembeli yang sensitif terhadap harga di negara-negara seperti India dan Thailand mencari cara untuk mendapatkan kargo dan menghindari kekurangan.
 
Gazprom PJSC Rusia mengatakan akan mengurangi aliran melalui pipa Nord Stream ke Eropa lagi minggu ini. Hal ini memaksa pembeli di kawasan itu untuk mencari pengganti seperti LNG. Harga spot bahan bakar super dingin, yang sudah diperdagangkan pada level tertinggi musiman, berisiko melonjak lebih lanjut karena pembeli di Eropa dan Asia bergerak untuk mengalahkan satu sama lain

4. Ekonomi Eropa Makin Terpuruk Usai Pemangkasan Gas Rusia Kembali

Pemangkasan pasokan gas Rusia yang terus berlangsung akibat polemik turbin Nord Stream I kembali menghantam perekonomian kawasan Uni Eropa menjelang musim dingin.

Ancaman Presiden Vladimir Putin terkait dengan pemangkasan aliran gas lebih lanjut ke kawasan Uni Eropa akibat polemik turbin ternyata tidak main-main.

Pada Senin, Produsen gas utama Rusia, Gazprom PJSC, kembali akan memangkas aliran gas Nord Stream sekitar 20 persen dari total kapasitas yang memasok ke Uni Eropa mulai Rabu (27/7/2022) pukul 7 pagi waktu Moskow.  

Uni Eropa harus bersiap dengan setiap langkah Putin yang menjadikan energi sebagai senjata perangnya menyusul sanksi yang diberikan blok ini karena invasi Rusia ke Ukraina.

5. Pemerintah Beri Sinyal Bakal Hapus Subsidi BBM

Sinyal pemerintah untuk mengurangi belanja subsidi energi, khususnya bahan bakar minyak (BBM) dan listrik makin kuat di tengah kenaikan harga komoditas energi global. Terlebih, penyaluran subsidi tersebut acapkali tidak tepat sasaran, mengingat tidak adanya segmentasi yang jelas terkait dengan penerimanya.

Dengan penyaluran yang tidak tepat sasaran, sudah dapat dipastikan kebijakan subsidi berdampak pada peningkatan beban anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) karena besaran subsidi dan kompensasi yang harus digelontorkan pemerintah menjadi makin besar.

Di sisi lain, tren konsumsi BBM subsidi di dalam negeri terus meningkat dan sulit ditekan padahal harga minyak dunia diperkirakan masih akan bertahan di level US$100-an per barel hingga akhir 2022.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper