Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ongkos Pengapalan Sedang Mahal, Kapan Berakhir?

Tarif pengapalan barang atau freight rate yang mahal dipicu oleh faktor ketidakpastian global yang semakin kuat.
Proses pengapalan batu bara dari conveyor belt ke kapan tongkang./abm-investama.com
Proses pengapalan batu bara dari conveyor belt ke kapan tongkang./abm-investama.com

Bisnis.com, JAKARTA - Tarif pengapalan barang atau freight rate yang mahal dipicu oleh faktor ketidakpastian global yang semakin kuat. Keberlanjutan tren tersebut sulit diprediksi secara pasti sejalan dengan kondisi global yang dinamis, apalagi dengan adanya perang Rusia-Ukraina.

Pakar maritim dari Institut Teknologi Sepuluh November atau ITS Saut Gurning mengatakan bahwa pengguna jasa (shipper) sudah mulai beradaptasi dengan koreksi harga barang akibat naiknya ongkos pengapalan. Hal tersebut sudah berlangsung sejak 2019-2022.

Saut menyebut kenaikan ongkos angkut telah menggerus harga barang hingga melebihi angka komersial yang objektif. Akhir dari kondisi tersebut, lanjutnya, semakin sulit diprediksi dengan semakin banyaknya faktor ketidakpastian global.

Misalnya, perdagangan dan pemulihan ekonomi dunia yang tidak seimbang, kelangkaan kontainer dan ruang muat kapal yang masih berlanjut, serta sumbatan pada pelabuhan utama di dunia yakni Amerika Utara, China, dan Eropa.

"Kalau ditanya sampai kapan hal ini terjadi, memang relatif sulit memprediksinya. Karena faktor ketidakpastian semakin terus menguat dan berkembang," terangnya, Selasa (28/6/2022).

Tidak hanya itu, kelangkaan tenaga kerja bongkar-muat, pengendara, dan truk pengangkut khususnya di Amerika Serikat dinilai terus memperburuk kondisi sumbatan atau kongesti pelabuhan. Belum lagi, permintaan terhadap operasi ramah lingkungan dan yang berkelanjutan yang semakin meningkat turut menjadi tantangan.

Peningkatan kasus Covid-19 seperti di China juga, tambah Saut, dinilai menambah daftar panjang risiko dari ketidakpastian global yang akhirnya berdampak pada kenaikan ongkos pengapalan.

Sebagai imbasnya, komoditas dengan harga jual yang kecil seperti makanan-minuman disebut mengalami kesulitan untuk memenuhi tingkat rasionalitas di pasar yang relatif jauh (offshoring) walau dengah harga jual yang tinggi.

Faktor risiko tersebut semakin diperkuat dengan adanya perang Rusia-Ukraina yang sudah berkecamuk selama empat bulan lamanya.

"Semua kondisi ini pada muaranya menimbulkan turun tajamnya kualitas suplai barang yang konsekuensinya menimbulkan kenaikan berbagai komoditas penting dan pokok dunia seperti energi dan pangan ke harga yang fantastis," terang Saut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper