Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Obligasi di Inggris Tertekan Suku Bunga

Obligasi korporasi sterling harus menghadapi kenaikan suku bunga Bank of England, kenaikan biaya hidup dengan inflasi tertinggi dalam 40 tahun, dan produktivitas yang rendah. 
Bank of England. /e-architect.co.uk
Bank of England. /e-architect.co.uk

Bisnis.com, JAKARTA — Ekonomi Inggris berada dalam impitan, lantaran dunia usaha tidak dapat melakukan manuver untuk meningkatkan likuiditas sejalan dengan mahalnya biaya penerbitan obligasi akibat kenaikan suku bunga acuan

Indeks Bloomberg yang melacak sekuritas sterling mencatat penurunan 11 persen tahun ini, dua persen lebih banyak dari utang dalam mata uang euro. Kapitalisasi pasar pengukur telah menyusut 38 miliar pound sterling (US$48 miliar), terburuk sejak 2000

Ini menjadi alarm peringatan bagi perusahaan yang membutuhkan uang tunai. Mereka harus menghadapi kenaikan suku bunga Bank of England, kenaikan biaya hidup dengan inflasi tertinggi dalam 40 tahun, dan produktivitas yang rendah.

Hal itu ditambah dari prediksi analis Bloomberg Economics akan penurunan perekonomian sebesar 0,4 persen pada kuartal II/2022.

"Pasar sterling sedikit tidak disukai tahun ini sebagian karena kenaikan suku bunga BOE dan sebagian karena prospek ekonomi Inggris terlihat paling lemah dari ekonomi utama," ujar Manajer Portofolio BlueBay Asset Management LLP Justin Jewell.

Di sisi lain, pasar obligasi korporasi sterling jauh lebih kecil daripada penerbit di kawasan euro dan dolar. Untuk itu, penerbitannya hampir terhenti. 

Perusahaan nonfinansial hanya menerbitkan 3,78 miliar pound sterling pada 2022 atau sepertiga dari yang terjual pada tahun lalu. Capaian itu menjadi yang terendah sejak 2016.

Peritel pakaian Matalan Ltd., sedang kembali menata struktur keuangannya. Selain itu, pendanaan merger dan akuisisi akan menjadi lebih sulit dan mahal. 

"Perusahaan Inggris yang membutuhkan likuiditas dan sedang berjuang dengan inflasi akan berupaya untuk membayar utangnya atau meningkatkan modal atau menjaga bisnisnya terus berjalan," ujar manajer portofolio UBS Asset Management Zachary Swabe.

Akibat biaya pinjaman yang lebih mahal, perusahaan akan dipaksa membayar kupon lebih mahal hingga dua sampai tiga kali lipat.

Imbal hasil obligasi perusahaan peringkat tinggi sterling meroket sekitar 160 basis poin menjadi 3,66 persen pada Mei, tertinggi sejak 2016, menurut indeks Bloomberg. 

Dalam indeks obligasi korporat sterling menunjukkan bahwa semua obligasi yang dapat diukur secara year-to-date turun pada tahun 2022. 

Kekalahan terbesar terjadi pada kredit konsumen, yang turun rata-rata 13 persen. Indeks obligasi berperingkat sampah yang disusun Bloomberg juga menggambarkan hal yang serupa.

"Biaya pinjaman yang naik dan kondisi [pasar] pinjaman pasti akan menambah tekanan margin yang dihadapi perusahaan, dengan latar belakang permintaan konsumen yang lebih lemah, ”kata ekonom ING James Smith.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nindya Aldila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper