Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah mencapai level tertinggi sejak 2014 pada hari ini, Selasa (22/2). Kenaikan ini menambah kekhawatiran pasokan yang mendorong harga mendekati US$100 per barel.
Kenaikan harga minyak terjadi setelah Rusia memerintahkan pasukannya memasuki dua wilayah yang memisahkan diri di Ukraina Timur. Akan tetapi, kenaikan harga minyak masih tertahan upaya Barat menghentikan awal dari invasi skala penuh Rusia.
Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret menyentuh level tertinggi selama tujuh tahun. Harga minyak WTI menyentuh angka US$96 per barel dan turun ke US$ 92,35 per barel pada penutupan perdagangan, sehingga tumbuh 1,4 persen dari posisi sebelumnya.
Sementara itu, minyak mentah berjangka Brent pengiriman April sempat menyentuh angka US$ 99,5 per barel atau tertinggi sejak September 2014 silam. Lalu, turun lagi pada penutupan perdagangan di level US$ 96,84 per barel atau meningkat 1,5 persen.
Krisis atas Ukraina telah menambah dukungan ke pasar minyak yang melonjak karena pasokan yang terbatas akibat permintaan pulih dari pandemi virus Corona.
Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+, telah menolak seruan untuk meningkatkan pasokan lebih cepat.
Seorang menteri senior Inggris mengatakan bahwa invasi Rusia ke Ukraina telah menciptakan situasi yang sama parahnya dengan krisis rudal Kuba tahun 1962, ketika konfrontasi antara Amerika Serikat dan Uni Soviet membawa dunia ke ambang perang nuklir.
AS dan Inggris mengumumkan sanksi yang menargetkan bank-bank Rusia. Sementara, Uni Eropa memasukkan lebih banyak politisi ke daftar hitam, sedangkan Jerman mengerem proyek pipa gas Nord Stream 2 senilai US$11 miliar.
"Pasar jelas memompa premi risiko yang berlebihan ketika Rusia memasuki bagian separatis Ukraina," kata Presiden Ritterbusch and Associates, Jim Ritterbusch, dalam keterangan resminya, Selasa (22/02/2022).
Sementara itu, di Amerika Serikat, Presiden Joe Biden mengumumkan bakal menjatuhkan hukuman lebih berat kepada negara pimpinan Putin tersebut jika Rusia melanjutkan agresinya. Sanksi tersebut mencakup sanksi terkait pasokan energi.